Skenario Akhir
Begitu Kakucho menerima pemberitahuan lewat ponsel kalau Takemichi dan Draken sudah tiba di kompleks gedung apartemennya, alpha itu langsung tersenyum lebar. Sedikit mendecih sebab ia tak habis pikir jika Takemichi masih saja memasang alat pelacak di ponsel Mikey. Ponsel di tangannya itu kini dilempar asal ke atas kasur, atensinya kembali lagi ke arah Mikey yang masih meronta-ronta di cengkramannya.
“Kakucho!”
“Sstt, diem dulu, Kak,” kemudian Kakucho melepas paksa celana dalam yang tadinya masih dikenakan oleh Mikey.
Mikey terkesiap, apalagi setelah Kakucho mengeluarkan botol kecil yang berisi cairan kental berwarna putih pucat — mirip mani artifisial. Mikey tidak paham akan tindakan Kakucho, sampai akhirnya alpha itu tuangkan cairan likuid itu tepat di cincin rektumnya, serta pada sekitar ranjang. Dahinya berkerut, bertanya, “dasar gila! Maksud lo apa, sih?!”
Kakucho tidak mengindahkan, justru buru-buru beranjak dari tempatnya. Ketika Mikey hendak mengikuti, Kakucho justru menyentaknya. Masih termangu di tempatnya, hal selanjutnya yang terjadi adalah Kakucho melemparkan beberapa vas bunga berisi mawar merah ke lantai, membuat Mikey berjengit dan makin meringkuk ke ranjang — takut Kakucho menyerangnya meski ia tak tahu tujuan laki-laki itu apa.
Sedangkan pandangan Kakucho makin liar, senyumnya pun kian melebar. Sempurna. Sekarang ruang ini lebih mirip tempat kejadian perkara ketimbang kamar tidur. Dengan begini, semuanya sudah siap. Kakucho tidak perlu apa-apa lagi selain bersandar di dekat jendela dan menunggu kedatangan para tamu spesialnya malam ini.
Mikey yang masih terguncang karena perubahan perilaku Kakucho yang drastis tidak bereaksi banyak kecuali menerka-nerka jalan pikiran alpha itu meski sama sekali tidak mampu ditebak. Cara Kakucho berpikir memang selalu rumit, di luar kotak. Apapun yang Kakucho lakukan sekarang tidak akan bisa dikalkulasikan, maka dari itu Kakucho adalah orang yang berbahaya.
Saat Draken dan Takemichi tiba-tiba memasuki ruangan dengan nafas tersengal-sengal, kemudian raut wajah Draken yang gambarkan rasa amarah yang membuncah ketika melihat bekas cairan putih itu di bagian selatan dan di atas sprei, baru lah Mikey sadar bahwa Kakucho sedang menjebak mereka berdua.
Susah mati Mikey berusaha menjelaskan, namun para alpha ini kalau emosinya sudah naik pitam rasa-rasanya tak ada satu pun dari mereka yang bisa gunakan rasionalitas mereka. Gunakan tinju dan feromon, mereka saling menyerang satu sama lain, sementara Mikey dibiarkan kewalahan dan bergidik ngeri di antara lautan feromon itu.
Kakucho, si dalang dari semua ini, makin gencar saja memancing emosi. Malam ini seolah-olah ia buktikan kepada semesta kalau dirinya ini tak hanya pandai merakit cerita, tapi juga berperan watak sebagai antagonis paling keji yang mereka semua kenal.
Ini semua tentang Kakucho dan panggung teater kecil yang hanya ditonton oleh ketidakadaan.
Jangan ditanya sukses atau tidaknya; jelas sukses. Kakucho handal dalam bidang ini. Meski dihajar berulang kali oleh Takemichi, ia sama sekali tidak gentar, justru makin tertawa lantang. Ia juga berhasil hancurkan pertahanan Takemichi, habisi Draken dalam proses. Ia meringis ketika senjata terdekatnya hanyalah figur besi itu, maka ia pastikan benda tumpul itu tidak mengenai bagian vital Draken.
Dua lawannya tumbang, tersisa Mikey, rajanya yang paling agung, berdiri di hadapannya dengan begitu malang. Oh, sungguh, Kakucho juga sebenarnya tak punya hati untuk melakukan semua ini. Tapi lagi, semua ini untuk Mikey dan kebahagiaan. Ia kan sudah bilang, ia tak peduli meski caranya sinting selama hasil akhirnya adalah kebahagiaan Mikey yang absolut.
Kini bagian klimaksnya, bagian favorit Kakucho dalam seluruh proses bercerita. Ini adalah bagan penting di mana semuanya akan menemui titik terang maupun titik balik dari segala masalah. Dan Kakucho adalah penikmat utama dari kemana alur cerita ini akan membawanya.
Dengan sebuah pistol yang sudah Kakucho siapkan jauh-jauh hari, tiga orang ini bergantian minta nyawanya saja yang disetorkan. Apalagi Mikey, yang berseru dan menangis menyatakan dengan lantang bahwa ia takkan bisa memilih antara Draken maupun Takemichi, rela ditodong pistol oleh Kakucho demi keselamatan dua cinta dalam hidupnya itu.
Dalam hati, Kakucho mendecak kagum. Memang Sano Manjiro itu berhati besar sampai-sampai omega itu mampu mencintai dua laki-laki sekaligus. Tapi ada sedikit rasa iri karena mengapa Mikey bisa cinta dua orang namun dirinya hanya dijadikan pajangan saja?
Ah, sebenarnya itu tidak penting. Tujuannya sudah tercapai, Kakucho sudah mendengar sendiri dari belah bibir Mikey bahwa omega itu terlalu mencintai Draken dan Takemichi sampai-sampai tak bisa memilih.
Tapi, Kakucho masih merasa kurang puas. Jawaban Mikey tak membuatnya puas, tak yakin jika Mikey bersungguh-sungguh. Konsep mencintai dua orang masih asing bagi Kakucho yang kesulitan barang mencintai satu orang pun.
Mungkin gue kurang mojokin Kak Mai? pikir Kakucho sebelum memutuskan untuk mengarahkan pistolnya ke arah Takemichi dan Draken.
“Any last words?”
Dengan begini, Kakucho akan melihat sendiri sejauh apa Mikey akan bertindak.
Dan Mikey sama sekali tidak mengecewakan dirinya, omega itu meski sedari tadi kesusahan berdiri, jika terdesak, refleksnya begitu cepat. Terbukti Mikey sudah berlari, meraih kepala Draken untuk disembunyikan ke pangkuannya, dan lindungi Takemichi di dadanya. Mikey sekarang memunggunginya, benar-benar suguhkan kepala bagian belakangnya ke depan moncong pistolnya — tak tahu takut.
Kakucho tersenyum, tarik pelatuknya dan hasilkan suara keras yang memekakkan telinga sebelum diikuti oleh seruan kencang.
“KAKUCHO!”
Tubuh Mikey ambruk, sementara Kakucho membelalakkan matanya ketika ada tamu tak diduga datang.
“Kak Izana?”
Izana berlari cepat menghampiri Mikey, sementara tak lama kemudian, Sanzu dan seluruh member AKUMA berdatangan dengan wajah syok. Mereka juga mendengar suara tembakan, tidak mungkin tidak. Sanzu yang pertama kali berseru histeris, kemudian mengeluarkan pistol dari jaketnya dan diarahkan ke Kakucho.
“LO NGAPAIN, KAKUCHO?!”
Kakucho sama sekali tidak takut ketika pistol sudah ditodongkan ke arahnya, justru tersenyum remeh. “Telat banget, Zu? Ternyata lo masih sama gak bergunanya kayak dulu, ya?”
“GUE BUNUH LO SEKARANG, CHO!”
Sanzu nyaris menarik pelatuknya jika tidak ditahan oleh Koko dan suara Izana.
“Sanzu, jangan! J-jiro, Jiro gak kenapa-napa!”
Koko mengambil kesempatan ini untuk merebut pistol dari tangan Sanzu. Menurutnya, Sanzu sekarang terlalu emosional — bisa-bisa gegabah dan salah ambil keputusan jika dibiarkan memegang pistol. Sanzu sendiri buru-buru berlari ke arah Mikey yang masih tak sadarkan diri sambil memeluk Takemichi dan menggenggam bahu Draken begitu erat.
Tidak ada darah kecuali yang berasal dari luka Draken dan Takemichi yang mulai mengering. Di sini, Sanzu mulai bertanya-tanya; dari mana suara tembakan itu berasal?
Izana bangkit, rebut pistol dari tangan Kakucho sebelum menghela nafas gusar. Melihat ini pun, Koko berjalan mendekati, bertanya, “kenapa, Kak?”
“Liat sendiri,” tukas Izana sebelum memberikan pistol itu ke tangan Koko.
Semua member AKUMA dan Sanzu kini mengelilingi Koko, hanya untuk menemukan satu fakta konyol dari senjata milik Kakucho.
Itu adalah pistol palsu.
Lebih tepatnya pistol yang sering digunakan para aktor. Hanya ada efek suara saja yang mirip dengan pistol sungguhan. Terkejut dan tidak terkejut, sebab Kakucho memang bekerja di bidang ini. Namun tetap saja, apa yang membuat Kakucho bertindak sejauh ini?
Tubuh Mikey sekarang digendong oleh Seishu dan Kazutora, sementara Takemichi dan Draken dibantu berdiri oleh Baji, Koko, dan Chifuyu. Tubuh Sanzu masih gemetar karena terbayang skenario terburu yang akan terjadi, belum bisa tenang karena takut setengah mati, takut gagal lindungi sahabat-sahabatnya lagi.
“Kenapa sejauh itu, Cho?” Takemichi bertanya meski mukanya sudah tak berupa.
Kakucho seperti enggan menjawab, tapi Sanzu nekat ambil pecahan kaca dan diarahkan ke Kakucho. “Jawab.”
Mendecak, Kakucho akhirnya buka suara.
“Gak apa-apa. Gue cuma… Apa, ya? Mau nunjukin ke Kak Ken sama Takemichi aja kalo pada akhirnya, Kak Mai bakal milih salah satu dari mereka. Gue cuma gak mau hubungan kita ancur lagi karena Kak Ken sama Takemichi ribut di masa depan, jadi gue percepat aja sekarang.”
Menurut Sanzu, dan semua orang yang berada di sana, Kakucho itu sudah tak punya kemanusiaan lagi.
“Dan? Lo harus sampe sejauh itu? Sampe mojokin Mai buat milih, gitu? Lo sinting!”
“Buat nemu suatu jawaban emang gak gampang, harus banyak pengorban — ”
“INI MANUSIA!” Suara Seishu tiba-tiba menyambar, membuat semua orang di sana terkejut bukan main. “Aku selama ini emang cuma tau kalian dari jauh, tapi cukup! Kamu, Kakucho, gak pernah merlakuin Mai sebagai manusia! Kamu kira perbuatan kamu ini bener?!”
Koko mendecak, berjalan mendekati kekasihnya sebelum mengusap kepalanya. “Hei, Hei, udah, sshh… Tenang, oke?”
Kakucho mendengus, menatap lurus Takemichi dan Draken bergantian.
“Ya, udah. Gue cuma ngejalanin skenario akhir, mastiin Kak Mai sama Takemichi atau Kak Ken. I mean, bukannya lo berdua harusnya berterima kasih ke gue, ya? Lo gak perlu ribut lagi suatu saat cuma buat nentuin siapa yang bakal sama Kak Mai karena — ” Kakucho mengedikkan bahunya, tatap sekeliling ruangan. “ — kalian udah dapet jawabannya tadi, ‘kan? I made it easier for you guys.”
Tidak ada manusia yang mampu memaklumi semua perbuatan Kakucho kecuali dirinya sendiri. Mau bagaimana lagi? Memang Kakucho ini dasarnya tidak waras. Caranya melihat dunia saja sudah berbeda, apalagi cara otaknya bekerja. Kakucho cocok di industri film karena otaknya yang brilian itu, mampu ubah ide-ide gilanya menjadi mahakarya yang tak perlu diragukan. Tapi ketika ide gila itu dieksekusikan di dunia nyata? Tentu saja sama dengan tak manusiawi dan tak berakal.
“Terus? Apa? Kalian mau lapor ke polisi? Menjarain gue? Atas dasar apa? Penculikan? Kak Mai dateng ke sini sukarela. Penyiksaan? Gue gak nyakitin Kak Mai, ke Kak Ken dan Takemichi juga bentuk self-defense. Percobaan pembunuhan? Gue bahkan gak pake pistol asli,” Kakucho tersenyum kecil. “Jadi, apa salah gue?”
Kakucho memang lebih pantas dianggap sebagai iblis licik karena lihat sekarang, bahkan mereka semua takkan bisa jebloskan laki-laki itu ke penjara karena memang tak buat salah apa-apa di mata hukum.
Tiba-tiba Izana berdiri di depan Kakucho.
“K-kalian keluar sekarang, bawa Jiro dan yang lainnya ke rumah sakit. Buat Kakucho, biar gue yang urus.”
Hampir semuanya keluar dari tempat tinggal Kakucho, kecuali Sanzu yang masih menatap Kakucho penuh dengan kebencian.
“Kak Ija, lo gak aman di sini. Mending tinggalin dia sendirian aja.”
Izana menggeleng.
“Nggak, Zu. Gue di sini. Lo balik duluan aja, ya? Kakucho… Biar gue yang tanggung jawab…”
Sanzu berbalik badan, melangkah dengan hati yang amat berat. Ia mulai mendengar Izana bisikkan kata ‘maaf’ di sela tangisannya. Sanzu tak paham kenapa masih ada saja yang meminta maaf ke Kakucho si gila itu. Sebelum benar-benar keluar dari ruangan, Sanzu berbalik badan, melihat Izana merengkuh tubuh Kakucho sambil tangannya bergerak mengelus rambut hitam laki-laki itu. Sanzu sedikit terhenyak ketika ia lihat sendiri ada air mata yang menetes di ujung mata Kakucho.
Kakucho menangis hanya di depan Mikey — menangis begitu hebat dan lebih pantas dibilang tangisan buaya karena itu semua guna luluhkan hati lembut Mikey. Tapi selain itu? Kakucho tak pernah menangis.
Jadi kali ini, tangisannya ditujukan kepada siapa? Kenapa air mata yang kini berlinang itu tampak begitu nyata dan menyedihkan di mata Sanzu yang telah mengenal Kakucho bertahun-tahun?
Tapi tetap saja, Sanzu masih tidak suka dengan Kakucho dan segala perbuatannya. Maka, ia berkata begitu lantang,
“Kakucho, mulai dari sekarang, lo bukan temen lagi,” Kakucho menatapnya dari kejauhan, begitu menyedihkan. “Karena lo tau, Cho? Harusnya temen gak saling nyakitin begini.”
Alkisah ada seorang anak laki-laki yang terlahir dari benci dan dendam, tapi tumbuh besar ingin belajar tentang cinta dan kebahagiaan. Matanya buta sebelah, hatinya sudah cacat, tapi dia bersikeras dalam perihal mencintai dan mengasihi — ia kira akan berhasil. Tapi setelah semuanya hancur, barulah ia sadar bahwa cintanya hanyalah pembawa malapetaka.
Kakucho, Kakucho, kamu memang pantas masuk neraka seperti kata orang-orang.