Pertama Kali
Orang seperti Mitsuya itu tidak punya waktu untuk patah hati, apalagi berlama-lama tenggelam dalam kesedihan yang disebabkan oleh pria brengsek seperti Haitani Ran. Langkahnya untuk memblokir kontak pria itu memang kekanak-kanakan, tapi Mitsuya sudah muak dan tidak ingin terus-terusan bergelut dengan alpha itu. Terlebih dia sangat sibuk akhir-akhir ini karena mendekati comeback AKUMA, dia tidak ingin nama alpha itu menjadi momok yang bersarang di pikirannya.
Sudah cukup Mitsuya merasa sedih dan marah karena kejadian malam itu, dia perlu berjalan ke depan dan fokus dengan masa sekarang. Toh dia ini sudah dewasa, tidak perlu sedih cuma perkara hubungan seks yang terjadi pada satu malam saja. Hitung-hitung sebagai pengalaman pernah seranjang dengan konglomerat negara ini. Iya, ‘kan?
Sekarang mumpung ada hari libur sebelum kesibukan tak terhingga tiba menghantamnya, Mitsuya ingin dedikasikan hari ini untuk dirinya sendiri. Dia baru saja pulang dari toko swalayan yang dekat dengan apartemennya, berjalan di bawah guyuran hujan meski sudah terlindungi oleh payung. Mitsuya berjalan penuh hati-hati, takut tergelincir dan mencelakai tubuhnya. Gini-gini, tubuh Mitsuya adalah aset AKUMA dan keluarganya. Kalau tidak ada Mitsuya, siapa yang mau mengurus mereka semua?
Terlalu fokus dengan jalan, Mitsuya tidak sadar bahwa ada mobil yang perlahan melambat di sampingnya.
“Mitsuya!”
Seketika tubuh Mitsuya menegak, menoleh cepat ke sumber suara hanya untuk menemukan Haitani Ran yang berada di dalam mobilnya. Mitsuya melotot, kemudian buang muka dan berjalan cepat, berharap mobil Ran tak bisa menyamai langkahnya. Di tengah hujan begini, mana bisa dia berlari? Lagi, Mitsuya tak ingin tubuhnya cedera mendekati comeback begini.
Langkahnya semakin cepat, berlomba dengan mobil milik Ran. Lama-lama, Mitsuya mulai berlari, tidak peduli lagi jatuh atau tidak, dia hanya tidak ingin kehadiran Ran merusak harinya untuk yang kesekian kalinya.
Pikir Mitsuya, dia akan aman begitu karena mendekati gedung apartemennya. Namun siapa sangka bahwa Ran sekarang sudah menarik tangannya, membuat Mitsuya berhenti berlari dan kini menoleh ke arah alpha itu. Pandangan Mitsuya awalnya menyalang marah berubah menjadi penuh khawatir ketika melihat bagaimana tubuh Ran sudah dibasahi oleh hujan.
Ran mengejarnya di tengah derasnya hujan. Mobilnya yang seharga dengan biaya hidupnya selama belasan tahun itu terlantar di pinggir jalan, setelan jas yang mungkin dijahit tangan oleh desainer terkenal itu dibiarkan basah kuyup dan ternoda oleh lumpur jalanan. Tidak ada lagi rambut klimis Ran, yang ada hanyalah rambut berantakan, nyaris tak berbentuk.
Hati Mitsuya sedikit mencelos, dia sangat ingat bagaimana Ran ini sangat mempedulikan penampilannya. Bagaimana Ran ini bisa disebut ‘perfeksionis’, tidak suka dengan segala hal yang tidak rapi dan tertata. Namun kali ini, Ran tanggalkan semua sisinya itu demi mengejar Mitsuya Takashi yang seharusnya ‘bukan apa-apa’-nya pria ini.
“Lepasin?!” seru Mitsuya.
Ran seperti putus asa, sebab genggamannya semakin erat, pandangannya semakin memelas.
“Mitsuya, gue mohon, biar gue jelasin dulu ke lo…”
“Apa yang perlu dijelasin, Tuan Haitani yang terhormat? Hubungan kita ini cuma sebatas ‘kenal’, jadi gak perlu penjelasan apa-apa, ‘kan?” cecar Mitsuya.
Ran menggeleng, tubuhnya masih terguyur hujan, sedangkan tangan yang menggenggam Mitsuya perlahan menjadi dingin. Padahal ia ingat tangan alpha ini biasanya terasa hangat.
“Tapi lo jauhin gue—”
“ASAL LO TAU YA, RAN, GUE UDAH BUKA HATI GUE KE LO! TAPI APA?! SIKAP LO YANG BIKIN GUE JAUHIN LO!”
Melihat genggaman Ran melemah, Mitsuya menggunakan kesempatan ini untuk berontak dan menjauh dari pria ini. Mitsuya kira, Ran sudah menyerah. Tidak kaget, untuk apa Ran kerahkan banyak tenaga hanya untuk menjelaskan perbuatannya? Memang Mitsuya itu siapa selain mainan Ran yang kini sudah membosankan bagi pria itu? Harusnya Mitsuya itu paham.
“GUE SUKA SAMA LO, MITSUYA!”
Hujan sedang deras-derasnya, namun suara Ran menggema begitu jelas di indera pendengarannya. Mitsuya balik badannya perlahan, berharap temukan setidaknya ‘kepalsuan’ di wajah Haitani Ran. Namun nihil, Mitsuya hanya bisa melihat bagaimana tulus sekaligus putus asanya wajah itu. Cara Ran memandangnya seolah-olah takut Mitsuya hilang dan tak tergapai lagi.
“Fuck, bahkan bukan suka lagi. Gue jatuh cinta sama lo, Mitsuya…”
Mitsuya menunggu, menunggu sampai Ran berhenti berakting hanya untuk membuatnya mengizinkan pria ini untuk berbicara dengannya. Mitsuya ingin tahu sampai sejauh apa kepura-puraan alpha ini sampai bawa-bawa perasaan yang menurut Mitsuya sama sekali tidak lucu.
Ini Haitani Ran? Kalau mau Mitsuya izinkan masuk ke apartemennya untuk berbicara, dia selalu bisa melakukan puluhan cara ilegal seperti awal mereka kenal dulu, bukan? Jadi mengapa Ran susah-susah berbohong dan keluarkan kata ‘cinta’ padanya?
Atau… Ran tidak sedang berpura-pura?
“Mitsuya, kalo lo gak mau ngomong di dalem, di sini aja gak apa-apa. Tapi dengerin, ya, gue mohon. Lo gak perlu maafin gue atau apa, tapi seenggaknya, lo berhak tau kenapa perlakuan gue kayak gitu ke lo.”
Menghela nafas panjang, Mitsuya pada akhirnya menghampiri Ran, arahkan payungnya untuk melindungi tubuh alpha itu dari guyuran hujan.
“Masuk dulu ke dalem, di sini dingin.”
Mitsuya mengunci diri di kamar ketika Ran sudah mandi dan mengganti baju basahnya dengan baju yang kering. Sebenarnya itu baju milik Ran yang selama ini dipinjam oleh Mitsuya dan tidak kunjung dikembalikan. Melihat ini, Ran tidak bisa menahan senyumannya lagi.
Ran mengetuk pintu kamar Mitsuya, lalu dibalas oleh sang empunya; “Ngomong di luar aja, gue dengerin dari sini. Gue gak mau liat muka lo.”
Baiklah, segini saja cukup. Toh memang Ran harus akui jika Mitsuya semarah ini adalah kesalahannya. Mitsuya mau mendengar penjelasannya saja sudah lebih dari cukup.
“Dari mana dulu, ya, Mitsuya… Mungkin dari kenapa gue agak menjauh dari lo terus ada kabar gue sama Haiba Alisa,” Ran menghela nafas, kemudian menyandarkan tubuhnya ke pintu kamar Mitsuya. “Pertama, gue beneran sibuk. Ada konflik internal di dalam perusahaan gue dan posisi gue dijadiin sasaran sama banyak orang.”
“Kedua, orang-orang mulai notice hubungan kita. Perlu lo ketahui, Mitsuya, gue gak pernah punya hubungan serius sama orang, apalagi jatuh cinta. Itu semua karena gue tau orang-orang yang gue cinta pada akhirnya dijadiin kelemahan gue. Orang-orang yang mau celakain gue bakal ikutan nyelakain orang yang gue cinta.
“Waktu Hanma bilang orang-orang mulai tau tentang lo, gue panik, Mitsuya. Selain takut lo kenapa-napa karena gue, jujur, gue juga gak mau dipandang orang-orang ‘lemah’. Jadi gue… Uh, pake Alisa sebagai tameng biar orang-orang lupa tentang lo.”
Tidak ada respon dari Mitsuya, maka Ran melanjutkan.
“Terus perkara malem itu, harusnya gue lebih kontrol emosi gue. Gue kelepasan karena denger kabar lo jadian sama member AKUMA. Di acara juga lo deket banget sama alpha lain… Terus feromonnya nempel ke badan lo… Gue cemburu, Mitsuya.”
Lalu, Ran menjetikkan jarinya, teringat konversasinya dengan Rindou beberapa minggu yang lalu.
“Masalah gue ninggalin lo di hotel dan cuma ninggalin uang di nakas, gue akuin itu salah gue karena insensitive. Gue gak tau kalo itu bakal nyinggung perasaan lo. Demi Tuhan gue sama sekali gak nganggep lo sebagai pelacur gue, Mitsuya. You’re my everything except ‘that’. Gue beneran sibuk, gue harus ketemu sama Alisa buat bahas langkah kita selanjutnya buat ngakalin para petinggi, terus ada rapat penting di Vancouver siangnya. Gue tinggalin uang karena gue mau lo pulang dengan aman dan nyaman, gak ada maksud lain. Jadi maaf sebesar-besarnya karena hari itu gue nyakitin lo.”
Ran terdiam untuk waktu yang lama, mungkin berharap Mitsuya merespon. Dan ketika ia hampir menyerah untuk menunggu respon dari Mitsuta, tiba-tiba suara omega itu terdengar dari balik pintu.
“Terus? Kenapa lo suruh gue lupain tentang malem itu?” Mitsuya bertanya cukup lirih.
Di sini, Ran mengusap wajahnya sebelum menjawab.
“Mitsuya, gue nyesel. Bukan nyesel karena tidur sama lo, tapi nyesel karena pengalaman pertama kita bener-bener kasar dan penuh amarah. Harusnya gue perlakuin lo dengan lembut, Mitsuya, karena lo berhak gue perlakuin kayak gitu. Tapi apa? Gue malah hilang kendali, bahkan lo sampe pingsan karena gue. Gue benci, Mitsuya. I should’ve treat you better that night.
“Makanya gue minta maaf dan minta lo lupain malem itu, karena gue kira itu pengalaman yang buruk buat lo dan gue. T-tapi… kayaknya itu nyakitin perasaan lo lagi, ya, Mitsuya?”
Ran menghela nafas, sandarkan kepalanya ke pintu kamar Mitsuya sekali lagi. Mungkin akan lebih baik jika Mitsuya tidak memaafkannya. Toh tidak ada untungnya untuk memberi kesempatan Ran yang bodoh ini. Dia akan menyakiti Mitsuya terus di masa depan jika ini berlanjut.
Mitsuya itu pantasnya sama sosok yang dewasa, yang mampu mengayomi omega itu, mampu melindungi tanpa menyakiti.
Seseorang seperti Shiba Taiju mungkin beribu-ribu kali lebih pantas daripada Haitani Ran.
“Mitsuya, gue baru pertama kali ngerasain ini ke orang lain. Suka, sayang, cinta, selama ini cuma gue tujuin ke adek gue. Dan lo… Lo orang pertama, Mitsuya. Jadi gue gak tau gimana caranya bisa mencintai lo dengan benar.
“Kayaknya udah cukup, sih, penjelasan gue. Kalo gue ngomong terus, gue takutnya malah kedengeran kayak alasan, dan gue gak mau beralasan karena emang yang gue lakuin ke lo itu salah.
“Gue minta maaf, ya, Mitsuya… Maaf karena perasaan gue udah jadi penyakit buat lo. Semoga lo gak ketemu sama orang sebrengsek gue lagi di masa depan.”
Ran bangkit dari duduknya, sudah siap meninggalkan Mitsuya beserta kepingan cintanya. Namun ketika hujan di luar mulai berhenti, pintu kamar Mitsuya terbuka, tampakkan omega bersurai lila yang sedang menatapnya dengan datar.
“Karena ini pertama kalinya Ran jatuh cinta, jadi dimaafin.”
Itu yang Mitsuya ucapkan, membuat Ran membelalakkan matanya tidak percaya.
“Sini deketan,” Mitsuya merentangkan tangannya. “Sebelum gue berubah pikiran.”
Maka Ran segera berlari, berhambur ke pelukan Mitsuya dengan rasa lega sekaligus haru yang memenuhi hatinya. Aroma madu itu menusuk indera penciuman Ran, membuat alpha itu menitikkan air mata. Mitsuya dalam pelukannya lebih terasa seperti rumah daripada keluarganya selama ini, dan Ran tidak percaya kebodohannya nyaris membuatnya kehilangan rumahnya sendiri.
“Heh? Ngapain nangis? Alpha mana boleh cengeng… Gue kan, gak ngapa-ngapain lo, Ran? Harusnya gue yang nangis?”
“Maaf… Gue, gue nyaris kehilangan lo, Mitsuya… Gue nyaris kehilangan satu-satunya orang berhasil bikin gue jatuh cinta,” tuturnya.
Sekarang, keduanya berada di ranjang milik Mitsuya—tidak melakukan apa-apa kecuali saling berpelukan. Atau lebih tepatnya, Ran yang tidak bisa berhenti melilitkan tubuhnya pada tubuh milik Mitsuya. Ran hanya memeluk Mitsuya, tenggelamkan kepalanya di ceruk leher omega itu, tinggalkan feromonnya di sana, tandai sementara kalau Mitsuya ini miliknya. Sementara Mitsuya hanya terdiam, membiarkan Ran melakukan semaunya, namun tangannya sesekali memainkan ujung rambut Ran.
“Mitsuya, lo gak nyesel udah kasih gue kesempatan buat mencintai lo?”
Yang ditanya merengut, balik bertanya, “emang siapa yang kasih lo kesempatan?”
“Ya ini, dibukain pintu kamar, dibolehin melukin lo di kasur, dibiarin ninggalin feromon gue di badan lo,” ujar Ran yang dibalas dengusan oleh Mitsuya.
“Kepedean.”
Ran merengek, tidak terima karena jawaban Mitsuya tidak serius. Maka dari itu ia bertanya lagi.
“Gue serius, Mitsuya Takashi. Gimana kalo ternyata pilihan lo buat maafin gue ini malah jadi kesalahan terbesar lo?”
Mitsuya bergumam kecil, lalu memeluk leher Ran, benamkan wajah alpha di dadanya.
“Tau nggak, sih? Kadang orang itu bikin opsi yang salah selama hidupnya, dan mungkin, ini juga opsi yang salah buat gue, Ran.”
Tangan Mitsuya sekarang bergerak mendorong tubuh Ran agar menjauh darinya, lalu tangannya menangkup wajah alpha itu sebelum dipandangi dengan seksama.
“Jadi kalo emang salah, ya, gak apa-apa, Ran. Soalnya ini juga pertama kalinya gue jatuh cinta sama Haitani Ran.”