Mitsuya dan Mediokritas
Di dunia ini ada banyak macam orang. Ada orang yang dikenal sebagai pusat semesta, orang yang anggap dirinya sebagai musuh semesta, bahkan ada orang yang dipandang dirinya dan orang-orang sekitarnya sebagai sesosok ‘raja yang agung’. Memang terkesan hiperbola, maka dari itu Mitsuya Takashi hanya menganggap dirinya sebagai manusia. Manusia yang merupakan bagian dari mediokritas.
Mediokritas itu sebutan untuk orang yang biasa-biasa saja—tidak terlalu istimewa. Mereka hidup dengan stagnan, tanpa adanya perubahan yang signifikan dalam hidup mereka. Tak menonjol, tapi tak gaib pula; hidup seperti inilah yang didambakan oleh Mitsuya Takashi.
Ketika orang-orang impikan berkuliah di universitas ternama, lulus dengan nilai tertinggi, lalu gapai karir yang mereka idam-idamkan, maka Mitsuya memilih untuk kubur semua impian dan cita-citanya yang menurutnya irasional, langkahkan kakinya di jalan yang menurut orang-orang ‘membosankan’.
Mitsuya tak pernah berlebihan perkara apapun, dia akan melakukan segala hal dengan secukupnya. Entah itu masalah pekerjaan, maupun percintaan. Dia merupakan manajer yang kompeten, namun tak pernah melakukan sesuatu yang memang di luar kemampuannya. Dia juga mempunyai rasa pada Inui Seishu, tapi ia tidak pernah berupaya dengan keras untuk memenangkan hati omega itu.
Mungkin fakta bahwa Mitsuya terlahir sebagai seorang beta yang tidak spesial seperti alpha maupun omega—atau memang keadaannya yang membuat segalanya serba terbatas. Selain terlahir menjadi beta, dia juga lahir sebagai anak pertama, tulang punggung keluarganya. Ayahnya sudah tiada saat ia masih berada di sekolah menengah pertama, ibunya yang sudah berumur juga sudah pensiun dari pekerjaannya, sementara dia masih punya dua adik perempuan yang harus ia urus.
Mitsuya tidak punya kemewahan untuk meraih cita-cita dan hidup dengan glamor, jadi apa salahnya jika ia ingin menjadi medioker?
“Makan siangnya singkat, ya, Takashi?”
Suara berat itu menyadarkan lamunan Mitsuya, membuatnya mendongak dan menatap pria di hadapannya itu beberapa detik sebelum tersenyum.
“AKUMA padat hari ini, gak bisa lama-lama. Habis ini aja gue langsung ke jemput anak-anak terus ke venue,” tukas Mitsuya.
Shiba Taiju, pria itu merespon Mitsuya dengan gumaman singkat. Mereka berdua berdiri, sama-sama melangkah menuju mobil mereka masing-masing. Sebelum memasuki mobilnya, Mitsuya ukirkan senyum yang ditujukan pada Taiju sekali lagi, membungkuk sekilas dan berkata, “makasih, ya, Kak, udah ditraktir!”
“My pleasure, Takashi. Kalau Yuzuha sama Hakkai udah pulang ke sini, kita makan malam berempat. Oh, bisa sekalian ajak Luna dan Mana kalau kamu mau, gimana?”
Mitsuya anggukkan kepalanya, setujui ide Taiju. Pria itu tampak puas dengan respon Mitsuya, tangannya mengacak rambut lila milik beta itu sebelum masuk ke dalam mobilnya. Begitu alpha yang lebih tua darinya itu menghilang dari pandangannya, barulah Mitsuya memasuki mobil vannya, bersenandung kecil.
Taiju adalah anak sulung dari keluarga Shiba. Ketika kedua adiknya adalah supermodel terkenal, Taiju sebagai anak pertama harus mewarisi perusahaan keluarganya. Mitsuya bisa kenal dekat dengan keluarga Shiba karena ibunya adalah dulu bekerja untuk Nyonya Shiba. Siapa sangka ketiga Shiba bersaudara bisa berteman dekat dengannya sampai sekarang?
Mungkin Mitsuya pernah selamatkan benua di kehidupan lampaunya, sebab karena keluarga Shiba lah Mitsuya bisa bekerja sebagai manajer setelah lulus SMA. Dulu Mitsuya adalah manajer Hakkai dan Yuzuha, lalu karena mereka berdua banyak bekerja di Eropa, Mitsuya terpaksa undur diri karena tidak ingin meninggalkan keluarganya. Tidak ingin Mitsuya kesulitan mencari pekerjaan, Hakkai mengenalkan Mitsuya pada Koko yang saat itu sedang mencari manajer untuk bandnya.
Kehidupan Mitsuya seperti serial keberuntungan, dan ia pastikan keberuntungan ia gunakan baik-baik untuk membiayai hidupnya dan keluarganya.
Maka dari itu, segila dan sekacau apapun para anggota AKUMA, Mitsuya hanya perlu tersenyum dan bersabar. Seperti halnya sekarang, Mikey tak berhenti merajuk karena selimut kesayangannya tidak sengaja tercuci oleh Baji. Hal itu membuat Mikey dan Baji cekcok sepanjang perjalanan dari dorm mereka sampai akhirnya tiba di lokasi acara.
“Anjing, lo! Gue benci banget sama lo! GUE GAK MAU SEPANGGUNG SAMA BAJI KEISUKE!” seru Mikey, masih melotot ke arah Baji yang sepertinya sudah lelah menanggapi si surai pirang. Ia memilih memeluk lengan Seishu, merengek ke omega itu.
“Nupiiii, Mai suruh diem, dong?”
Seishu melirik Baji sekilas, kemudian dengan sekuat tenaga berusaha memisahkan pelukan Baji. “Lepas dulu, ih! Jangan asal lendotan gini!”
Baji tak menggubris kalau saja Mitsuya tidak menjewer telinga pemuda itu dengan kencang. Alpha itu hendak protes, tapi Mitsuya langsung mendelik, arahkan matanya ke Chifuyu yang memasang ekspresi pahit di wajahnya. Baji melihat ini langsung menciut, perlahan berjalan ke arah Chifuyu lalu berusaha mengobrol dengan laki-laki itu.
Mitsuya sedang membujuk Mikey ketika Kazutora datang. Si surai dwiwarna itu langsung menghela nafas saat hal pertama yang ia dengar adalah rengekan Mikey. “Ini kimcil gak bisa dibuang aja, kah?”
“ANJING, JU! GUE LAGI BEAT MOOD, NIH! SERIUS!”
Bukannya membantu Mitsuya memulihkan perasaan hati vokalis utama mereka, Kazutora malah mengajak Mikey untuk duel. Rasanya kepala Mitsuya mau pecah saja, tapi bagaimana lagi, ini Mikey. Segala macam bujukan tidak bekerja, maka satu-satunya harapan adalah Draken.
“Ken, please, kalo dia masih uring-uringan begini nanti dia gak gladi bersih gimana?”
Setelah Mikey sedikit tenang, Mitsuya alihkan atensinya pada sekeliling, kemudian menghela nafss, “Koko, bajunya buruan ganti! Nantian dulu gamenya?
Koko mendengus, kemudian mematikan ponselnya lalu berdiri untuk mengikuti salah satu stylist di sana.
“Cantik, kamu nurut Kazu aja, ya?” Seishu mengangguk, sementara Kazutora yang mendengar suara Mitsuya melembut langsung bergidik ngeri.
“Serem banget kalo boti ngalus begini,” gumamnya yang sangat terdengar oleh Mitsuya.
Mitsuya hanya menggulirkan bola matanya kesal, kembali fokus pada iPad di tangannya untuk memeriksa kembali jadwal AKUMA malam ini. Banyak yang harus diurus, Mitsuya sibuk kesana dan kemari, berbincang dengan berbagai staf, membagikan beberapa kudapan kepada staf, dan masih banyak lagi.
Saat Mitsuya berdiri di venue bagian atas untuk mengawasi AKUMA yang sedang gladi bersih, dia melihat ada sosok jangkung berjalan melewatinya. Pandangan mereka sempat bertemu beberapa detik sebelum Mitsuya cepat-cepat kembalikan pandangannya ke arah panggung. Tatapan pria yang barusan melewatinya sangat tajam, buat Mitsuya sedikit terintimidasi. Pasti alpha, pikirnya. Walaupun tubuhnya lebih kurus jika dibandingkan dengan alpha seperti Taiju, tapi auranya mengerikan bukan main. Orang penting, pikir Mitsuya lagi.
Awalnya Mitsuya kira pria itu sudah pergi, tapi saat menoleh, dia mendapati pria itu duduk di salah satu kursi di sana dengan wajah angkuhnya. Di sebelahnya ada wajah familiar yang membuat Mitsuya menaikkan alisnya.
Itu kan, sekretarisnya Presiden Haitani yang kontak gue? Jadi di sebelahnya itu… Haitani Ran?
Sebenarnya Mitsuya pernah sekilas melihat Presiden Haitani itu di televisi, namun baru kali ini ia bertemu langsung. Televisi benar-benar tidak memberi keadilan untuk si sulung Haitani itu. Haitani Ran puluhan kali lebih tampan dibanding di telivisi? Tampan, pintar, dan kaya raya — Haitani Ran benar-benar sempurna.
Mitsuya sedang berkutat dengan pikirannya ketika tiba-tiba ada suara bariton menyusup masuk ke indra pendengarannya.
“Kamu artis baru?”
Cepat-cepat Mitsuya membalik badannya, berhadapan langsung dengan Haitani Ran yang entah kapan sudah berjalan mendekatinya.
Mitsuya menggeleng, “bukan, saya manajer AKUMA.”
“Ah, AKUMA… Kokonoi, ya?” Mitsuya mengangguk, sementara Ran mulai memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Ada rasa tidak nyaman gerogoti hati Mitsuya karena diteliti begitu intens oleh Ran, maka dari itu ia berdeham, lalu bertanya, “ada urusan apa, ya, Pak?” Seingat Mitsuya, Haitani Ran seumuran dengan Taiju.
Ran kerutkan dahinya. Awalnya Mitsuya kira karena pria itu tidak suka dengan panggilan ‘pak’. Baru saja ia hendak buka suara lagi, Ran menginterupsinya dengan pertanyaan.
“Kamu nggak bisa cium feromon saya?”
???
Mitsuya sejujurnya kebingungan, maka dari itu ia hanya bisa menggeleng sebagai jawaban, lalu menambahi, “saya beta, Pak.”
Saat mendengar jawaban dari Mitsuya, antusiasme di wajah Ran seketika luntur, berganti dingin. Tatapannya tak lagi gambarkan rasa tertarik, namun tatapan merendahkan yang membuat hati Mitsuya sedikit ngilu.
“Beta?” Ran bertanya lagi untuk memastikan, sementara Mitsuya hanya bisa mengangguk. Ada dengusan kasar dari alpha tersebut, mengundang beribu pertanyaan dari Mitsuya. Kenapa kesannya salah sekali kalau dia ini beta?
“Ada masalah, Pak?” Mitsuya memberanikan diri bertanya.
Ran tersenyum kecut, “nggak, sayang aja kamu beta, padahal kamu lumayan cantik.”
Tarik kembali semua rasa kagum yang Mitsuya miliki kepada si sulung Haitani itu, sekarang ia hanya merasa jijik terhadap orang di hadapannya ini. Tampan dan kaya raya, tapi tidak punya sopan santun.
“Terus? Kalo saya omega, Anda mau apa?”
Alis Ran berjengit saat Mitsuya melangkah maju ke hadapannya dengan mata berapi-api. Sepertinya dia menyinggung perasaan orang ini.
“Kalau kamu omega, saya mau kenal lebih jauh dengan kamu, mungkin?”
Mitsuya mendecih, kemudian membalik badannya.
“Tapi kalo saya omega, saya gak bakal mau sama Anda. Saya permisi dulu.”
Meninggalkan Haitani Ran sendiri di sana, Mitsuya melangkah dengan berapi-api. Memang sehebat apa, sih, Haitani Ran itu? Sampai-sampai bisa merendahkan orang seenak hatinya? Seumur hidup Mitsuya, ia bersyukur dengan status beta nya, dan baru kali ini ia merasa berkecil hati. Apakah salah jika dia cantik dan seorang beta? Lagipula untuk apa Ran mencari omega? Mitsuya yakin kalau pria itu tipikal orang yang suka bermain-main, melakukan seks bebas, dan hanya sodorkan uang jika ada partner seksnya yang kebobolan. Berlagak tidak ingin beta, tapi tidak akan tanggung jawab jika ada omega yang hamil karenanya; itu terdengar seperti Haitani Ran dan segala kebrengsekannya.
Berhenti melangkah untuk mengatur nafasnya, Mitsuya berusaha redakan amarahnya yang memburu.
“Sampah, sampah, sampah, orang modelan Haitani Ran itu sampah. Oke, Taka, jangan emosi, anggep aja tadi dengerin sampah ngomong,” gumam Mitsuya menenangkan diri.
Detik itu juga, Mitsuya berkata pada dirinya lagi bahwa dia tidak akan berurusan dengan Ran lagi. Jika dia bertemu Ran, dia hanya perlu berlari secepat mungkin.
“Hm… Siapa tadi namanya, Shion?” tanya Ran kepada sekretarisnya, Madarame Shion.
“Mitsuya Takashi, Tuan, manajer AKUMA.”
Ran bergumam sembari mengangguk, kemudian ujung bibirnya perlahan naik, membentuk seringaian di paras tampannya.
“Dia gak begitu cantik, masih lebih cantik Inui Seishu, tapi bagi gue dia lumayan menarik,” ujar Ran yang hanya diiyakan oleh Shion.
“Terus? Saya harus apa, Tuan?”
Ran hanya mengibaskan tangannya sekilas, kemudian terkekeh.
“Dia beta, ‘kan? Mungkin… Bisa dibuat mainan bentar? Kalau bosen, gampang buangnya.”
Ini tentang Mitsuya Takashi yang hanya ingin hidup biasa-biasa saja, lalu sialnya bertemu dengan si anak sulung dari keluarga konglomerat Haitani yang merupakan seorang presiden dari perusahaan yang sedang memimpin industri hiburan negara mereka — Haitani Ran.
Dan sekarang, Mitsuya sepertinya sudah dijadikan mangsa terbaru alpha tersebut.