ayiin
4 min readDec 17, 2021

Menghempas Lara

Draken awalnya sedang asik memainkan gitar di atas ranjang saat tiba-tiba ponselnya berdenting. Satu notifikasi dari Mikey. Alpha itu baru saja berancang-ancang untuk membalasnya sebelum pintu terbuka dan menampakkan Rindou yang berjalan masuk dengan jubah tidur satin membalut tubuhnya.

“Bikin lagu?” Tanya Rindou saat melihat beberapa kertas berisi not lagu berserakan di lantai.

Draken menggeleng. “Iseng aja,” lalu Rindou meraih gitar Draken sebelum naik ke atas ranjang. Si surai pirang itu tidak bergeming ketika Rindou mulai menyamankan diri di atas pangkuannya, memeluk pinggangnya seolah-olah dia ini beruang raksasa.

“Ken, rambut gue perlu diwarna pirang nggak?”

Selipkan jemari di antara surai lembayung Rindou, kemudian disisir perlahan.

“Nggak perlu, gini aja udah bagus.”

Rindou mendongak, “lo gak liat gue sebagai Mikey?” Sebab Sanzu selalu begitu. Draken sedikit terhenyak, namun ia menggeleng.

Mikey tetap Mikey, tidak bisa diganti oleh Rindou, begitu juga dengan sebaliknya, itu yang dipikirkan oleh Draken. Dan saat ini, yang dipandang olehnya adalah Haitani Rindou, seorang alpha yang alih-alih kuat, ia justru terlihat rapuh. Surai lembayung yang membingkai wajah eloknya mengingatkan Draken pada bunga Campanula.

Rindou itu alpha, tapi cantiknya bukan main.

“Gue liat lo sebagai Haitani Rindou.”

Netra lila itu mengerjap cepat saat mendengar perkataan yang keluar dari belah bibir Draken. Mungkin baru kali ini Rindou mendengar suara yang begitu lembut ditujukan padanya, juga fakta bahwa itu adalah kata-kata yang ia dambakan untuk dengar selama ini.

Selanjutnya adalah Rindou yang menangkup wajah Draken, satukan bibir mereka untuk saling memagut. Draken sedikit terkejut, sedikit mengelak. Rindou pisahkan ciuman mereka, ia menatap Draken dengan alisnya naik satu.

“Kenapa? Gak mau?” Draken memandangnya lama. “Harus mau. This is your job, right?”

Lalu keduanya kembali bercumbu. Tidak ada rasa, hanya birahi yang perlahan saling melambung begitu tangan mereka mulai sentuh sana-sini. Ponsel Draken sempat bergetar beberapa kali, undang decakan malas dari Rindou sebelum mematikan ponsel itu.

“Sekarang, lo punya gue, Ken.”

Sanzu cepat-cepat menutup pintu dorm AKUMA begitu dia masuk ke dalam ketika aroma feromon Mikey langsung menusuk indra penciumannya. Benar kata Kakucho, Mikey sedang memasuki masa heatnya sekarang. Merogoh saku celananya, Sanzu menghela nafas lega saat menyadari ternyata dia membawa pil supresan.

Sungguh, walaupun sering dibilang gila, Sanzu tidak akan sejauh itu sampai memanfaatkan Mikey di masa lengahnya begini.

Saat memasuki kamar Mikey, yang Sanzu lihat adalah Mikey yang berada di tengah-tengah tumpukan baju. Dugaannya adalah baju milik Takemichi ketika melihat beberapa kemeja dari merek ternama, lalu dugaan kedua adalah milik Draken karena alpha itu tinggal serumah dengan Mikey.

Melangkah mendekat, Sanzu perhatikan lagi bagaimana Mikey meringkuk di tengah tumpukan baju itu, sedang menangis di tengah tidurnya. Menyedihkan. Sanzu ingin merengkuhnya, menelan segala kesedihan Mikey sekarang juga. Tubuh semungil ini, kenapa dipaksa untuk rasakan penderitaan sebesar itu?

Mana bisa Sanzu merasa menang dan berhak berdiri di samping Mikey jika omega itu tampak merana seperti ini?

“Mai? Minum dulu obatnya,” Sanzu berkata sambil guncangkan bahu Mikey. Yang surai pirang itu buka matanya perlahan, mengernyit ketika berusaha mengenali siapa orang yang di hadapannya sekarang.

“Haru?”

Sanzu mengangguk, berusaha membantu Mikey untuk duduk. “Minum obat dulu, feromonmu ke mana-mana,” lalu ia arahkan tangannya ke dahi Mikey, periksa suhu tubuh omega itu. “Panas banget, Mai? Aku ambilin Paracetamol dulu, ya?”

“Nggak mau, Haru di sini aja,” Mikey merengek sambil gelengkan kepalanya. Matanya sembab, sedikit merah. Sanzu seketika paham jelas kalau Mikey banyak menangis. Kemudian tangan Sanzu ditarik oleh Mikey agar terduduk di hadapannya. “Haru, bantu aku aja, aku gak mau pake obat.”

Sanzu ingin menolak karena tahu kondisi Mikey sekarang sedang berantakan, tidak bisa berpikir dengan lurus. Namun tiba-tiba saja perkataan Kakucho terngiang-ngiang. Benar juga, kapan lagi Sanzu yang dipanggil ketika Mikey memasuki masa heatnya? Ini kesempatan. Lagipula Mikey memang menghubunginya untuk ini, bukan?

Maka Sanzu mulai cumbu Mikey, bibir mungil itu diraup habis-habisan sambil perlahan Sanzu baringkan kembali tubuh Mikey ke atas ranjang. Saat cumbuan mereka terhenti, tangannya bergerak sisiri surai pirang itu, lalu ia kecup dahi omega itu berulang kali.

“Mai… Aku sayang banget sama kamu,” itu yang Sanzu ucapkan. Mikey buka matanya, pandangannya kosong, dan hati Sanzu nyeri melihatnya. “Tapi aku gak bisa bahagia kalo kamu begini, Mai.”

“Haru, kamu sayang aku?” Sanzu mengangguk. “Tidur sama aku sekarang.”

Meski Sanzu tahu Mikey lagi-lagi menggunakannya sebagai pengalihan, ia tidak peduli lagi. Jika memang cintanya takkan pernah terbalaskan, seluruh afeksinya dianggap semu, maka Sanzu akan terima dengan lapang dada jika Mikey hanya minta tubuhnya saja.

Sanzu pun lelah dambakan cinta yang tak pernah terwujud.

Mikey dalam masa heatnya membuat omega itu terlihat makin memabukkan. Aroma manis namun menenangkan itu bagaikan candu di indra penciumannya. Namun ada perasaan asing yang mengganjal sekarang, berusaha Sanzu abaikan dengan mencumbu Mikey begitu lembut.

“Haru, buruan gak bisa?”

Yang Mikey dapatkan adalah gelengan kepala dari Sanzu. “Mai, ijinin aku bercinta sama kamu, bukan sekadar seks, ya?”

Mikey tatap Sanzu ragu, namun pada akhirnya mengangguk. Ia biarkan Sanzu jamah tubuhnya dengan begitu lembut, kontras dari bagaimana Sanzu menyetubuhinya selama ini. Seperti seolah-olah Sanzu sedang salurkan cinta yang sama sekali tidak bisa Mikey rasakan.

“Ah! Haruuu… Hn — ” Desah Mikey sangat Sanzu menyesap lehernya kuat-kuat, tinggalkan bekas merah-keunguan di sana. Omega dalam masa heat memang luar biasa menggiurkan. Sudah berapa kali Sanzu harus alihkan atensinya dari leher Mikey agar tidak menandai omega sepihak seperti yang disarankan oleh Kakucho?

Sanzu sekarang hanya fokus menyetubuhi Mikey, tinggalkan feromonnya di sekujur tubuh omega itu agar heatnya cepat-cepat reda.

Di tengah-tengah senggama mereka, tiba-tiba Mikey bertanya, “Haru, kamu cinta aku?”

Sanzu tidak menjawab.

Setidaknya butuh tiga ronde sampai akhirnya heat Mikey reda. Sanzu melepas kondomnya, kemudian mengikatnya. Ia lirik Mikey yang kini tertidur pulas dengan sekujur tubuhnya yang sudah penuh bekas cintanya di mana-mana. Mendesah panjang, Sanzu naik ke ranjang lagi, rengkuh tubuh Mikey dan sedang memunggunginya.

Sanzu pandangi surai pirang Mikey untuk waktu yang lama, lalu semakin dekap tubuh ringkih itu dengan erat. Ia biarkan tubuh Mikey tenggelam dalam pelukannya, lalu benamkan wajah di rambut pirang omega itu.

Detik itu juga Sanzu menangis.

“Maafin gue, Mai, ternyata cinta gue yang bikin lo hancur begini. Maaf karena gue egois, gue tolol karena nurut Kakucho,” lalu Sanzu semakin eratkan rengkuhannya.

“Maaf… Gue gak pernah muji rambut baru lo sebelumnya. Lo cantik banget waktu rambut lo lilac begitu, cantik…”

Itu Sanzu, yang meminta maaf entah kepada siapa.

No responses yet