Luruh Asa
Hal pertama yang Mikey pikirkan saat ini adalah ‘mungkin ini karma’. Entah karma karena telah menyakiti begitu banyak orang dalam hidupnya, atau karena telah menjadi tamak dengan mencintai dua orang di waktu bersamaan. Tidak cukup berita itu mengejutkannya sampai-sampai tenggorokannya tercekat, Haitani Rindou bahkan berani mengiriminya pesan teks.
Menurut Mikey memang wajar jika dia luapkan amarahnya di grup, lebih tepatnya ditujukan kepada Draken. Namun bagi sebagian yang lain, tentu mereka kebingungan dengan asal-muasal amarah Mikey; memangnya ada apa? Ada hak apa sehingga dia semarah itu pada Draken? Terlebih ketika Mikey sendiri tak pernah jelaskan perasaannya, masih suka taruh harapan ke orang lain seperti kepada Kakucho atau Sanzu.
Sejujurnya, Mikey tidak pantas untuk semarah ini.
Tapi ini Haitani Rindou!
Pikirnya, Draken ini tahu bagaimana Mikey begitu membenci anak bungsu keluarga tersohor Haitani tersebut. Seharusnya Draken tahu masa lalunya dengan Rindou itu jauh dari kata baik. Semestinya jika Draken memang anggap Mikey ‘sahabat’, alpha itu tidak akan dekat-dekat dengan Rindou, apalagi menjadikannya kekasih.
Rasanya seperti dikhianati, ditusuk dari depan secara terang-terangan.
Kini Mikey berlari keluar dari vila tempat mereka bersinggah untuk liburan kali ini. Alasannya sederhana; satu, dia tidak mau amukannya dilihat oleh para membernya. Dua, dia ingin menghindari Draken setidaknya sekarang.
Pada akhirnya Mikey kabur tak jauh dari daerah vila mereka — di taman bermain anak-anak, bersembunyi di bawah perosotan berwarna merah nyala. Saat itu ponselnya berdering, tampakkan nama ‘Kakucho’ yang tertera di layar. Tanpa mengatur nafasnya terlebih dahulu, Mikey langsung mengangkatnya.
“Kak Mai?”
“Cho…”
“Kamu di mana, Kak?”
“Cho, Kenchin jahat,” ujarnya di sela tangisannya.
Kakucho tidak langsung menyahut, seperti sedangkan menggeser duduknya sebelum berbicara.
“Kak, aku perlu ke sana sekarang?” Mikey menggeleng, tapi tangisnya makin keras. Kakucho mendecak di seberang panggilan. “Aku ke sana, tunggu, ya?”
“Tapi jauh, Cho…”
“Kalo buat kakak, itu bukan masalah.”
Tak lama setelah itu panggilan diputuskan, sementara Mikey kembali benamkan wajahnya di antara kakinya yang tertekuk. Ia menangis, tapi di waktu yang bersamaan, ia bingung tangisannya ini untuk apa dan siapa. Apa dia kecewa Draken bersama Rindou? Apa karena orangnya Rindou maka dari itu ia sekecewa ini?
Mikey tidak paham, tapi yang jelas tangisannya ia gunakan untuk abaikan rasa nyeri di dadanya, perjelas rasa pening yang mendera kepalanya.
Sakit, harusnya nggak sesakit ini, Mikey berpikir.
Apakah Mikey juga seperti ini ketika dulu Takemichi akan menikah dengan Hina? Mungkin, Mikey ingat dia menangis sampai tertidur. Tapi apakah dia menangis sampai air matanya kering dan dadanya sesak? Tidak.
Hatinya terasa nyeri sekali sampai-sampai Mikey tidak bisa apa-apa selain menangis.
Menyedihkan. Semakin menyedihkan ketika Mikey sadar kalau perasaannya terhadap Draken mungkin tidak sesederhana itu. Atau mungkin memang perasaannya selalu sedalam ini?
Tapi yang jelas Mikey tahu kalau perasaan ini sepele, pasti hatinya tidak akan sesakit ini.
Ada banyak kemungkinan di kepala Mikey, salah satunya yang menonjol adalah bagaimana jika dia merebut Draken sekarang? Toh masih kekasih, tidak ada cincin yang mengikat keduanya. Lagipula bagaimana bisa, sih, Draken berkencan dengan orang seperti Haitani Rindou?
Mikey buru-buru berdiri, agak sempoyongan sampai ia harus bersandar terlebih dahulu sebelum pandangannya kembali jelas. Ia dongakkan kepala ke langit, sedikit bingung ketika melihat langit sudah gelap gulita. Melirik arlojinya, dia terkejut saat mendapati ia sudah menghilang selama setidaknya dua jam. Jelasnya member AKUMA lainnya kini khawatir, apalagi melihat notifikasi menumpuk dari grup maupun perorangan.
Begitu tiba di vila, ternyata sepi dan senyap. Lampu di bagian dalam masih mati, menandakan kalau tidak ada yang berada di sini sekarang. Mikey menarik nafas dalam-dalam, kepalanya masih sakit, ah, tidak, sekujur tubuhnya sakit. Padahal dia cuma berlari sebentar dan menangis berjam-jam, tapi ternyata membuat tubuhnya sakit…
Dan tentunya hatinya.
Bilang apa, ya, kalo Draken ke sini?
Belum juga Mikey selesai berpikir, sosok yang sedari tadi jadi fokus utama tangisannya sudah berdiri di hadapannya dengan nafas terengah-engah dan kekhawatiran tercetak jelas di paras tampannya.
Draken berjalan cepat ke arahnya, langsung tangkup wajahnya dengan kedua tangan besarnya. Matanya teliti tiap inchi dari wajah Mikey, mencari-cari apakah omega itu terluka atau tidak sebelum akhirnya menghela nafas lega ketika gagal mendapati luka apapun di wajah maupun tubuhnya.
Sebab lukanya tidak terlihat, Draken.
“Lo kemana aja? Anak-anak nyariin lo daritadi,” ujarnya sambil menyisiri rambutnya dengan jemarinya itu. Tenggorokan Mikey lagi-lagi tercekat — ingin protes mengapa Draken lagi-lagi menyentuhnya penuh dengan sengatan kecil yang mampu getarkan hatinya.
Berhenti perlakukan aku seolah-olah kamu jatuh cinta, mungkin itu yang berada di kepala Mikey sekarang. Jika Draken sungguhan mencintainya, tidak mungkin ia menyakitinya begini, ‘kan? Semua yang Draken lakukan adalah kebalikan dari cinta. Dari awal, hingga detik ini, Draken tidak mencintainya.
Kalau cinta tidak begini, ‘kan?
Tapi Mikey telah jatuh cinta.
“Mai?”
Dan Mikey benci dengan fakta itu.
Untuk apa Mikey mencintai enigma yang berwujud dalam eksistensi seorang Ryuguji Ken? Lebih baik dia bercumbu dengan ketidakadaan daripada mencintai Draken yang berkhianat seperti. Lihat sorot mata Draken sekarang, tatap dia dengan penuh rasa bersalah. Ia yakin kalau Draken itu sadar kalau ia telah melukai perasaannya – betulan balik badan, seolah-olah dia sepenuhnya subjek yang pembangkang.
Emosi Mikey sekarang jauh dari kata stabil. Jika sebelumnya ia rasakan kesedihan yang mendayu-dayu, ingin menangisi segala hal di dunia ini, maka sekarang yang inginkan hanyalah marah sampai meledakkan dunia. Ia mendorong Draken agar menjauhinya, tatap alpha itu dengan nyalang. Saat Draken mendekat, Mikey dengan impulsif mengambil bantal sofa dan melemparnya ke Draken, yang kemudian salah sasaran ke arah vas bunga.
Prang!
“Manjiro! Lo apaan, sih?!” Draken menyentaknya, membuat air mata kembali mengumpul di pelupuk matanya sekali lagi.
Apaan, katanya? Mikey tidak habis pikir. Tidakkah Draken sadar akan kesalahan yang ia perbuat?
“Kenapa?” Itu yang Mikey susah payah tanyakan dengan suara yang gemetar. “Kenapa, Ken?”
Bukan Kenchin lagi.
Draken yang tahu arah pembicaraannya segera bungkam, buang muka. Hal ini membuat Mikey semakin murka.
“RYUGUJI KEN, BAJINGAN LO!” Mikey tiba-tiba berseru. “KENAPA HARUS HAITANI RINDOU, HAH?!”
Usap air matanya dengan kasar, Mikey sekarang berjalan maju, tarik kerah bajunya dan guncangkan tubuh yang jauh lebih besar darinya itu.
“Kenapa, Ken? Kenapa harus Rindou? Lo tau kan, masa lalu gue sama dia seburuk apa? Kenapa harus dia? Lo segitu bencinya sama gue, kah? Iya? Lo benci banget sama gue, ‘kan? Kejadian itu, lo masih belum bisa maafin gue, ‘kan?”
Draken menggeleng, namun hal itu membuat Mikey semakin murka.
“TERUS KENAPA? KENAPA HAITANI RINDOU, KEN?! JAWAB!” Draken masih bungkam, sementara Mikey kembali menangis. Kali ini tangisannya lebih mirip lolongan kefrustasian, tubuhnya merosot ke lantai. “Kenapa Rindou… Kenapa Rindou… Gue benci banget sama Rindou, kenapa lo gini, Ken?”
Lalu Draken ikut berjongkok di hadapannya. “Mai, lupain masa lalu, kita ini hidup di masa sekarang.”
Ada rasa tidak percaya dalam sorot mata Mikey yang menatap Draken sekarang. Lupakan masa lalu katanya? Memangnya semudah itu? Ketika masa lalunya kerap kali mencekiknya di saat ia lengah?
“Lupa? LUPA?! GUE HAMPIR MATI KARENA HAITANI RINDOU! LO LUPA APA GIMANA?!”
Mendecak gusar, Draken mengelak. “Mai, waktu itu – ”
“BERAPA KALI RINDOU MAU CELAKAIN GUE, KEN?! LO SETEGA INI SAMA GUE?! LO BENCI GUE, ‘KAN?! BILANG KALO LO SEBENCI ITU SAMA GUE, KEN!”
Draken menggeleng cepat. “Nggak, Mai, nggak…”
“Kalo gitu putusin hubungan lo sama Rindou sekarang.”
Lalu hening, tidak ada suara yang keluar dari keduanya. Sekilas ada suara gaduh dari luar – mungkin member AKUMA yang lain, namun baik Draken dan Mikey sekarang hanya mendengar deru nafas mereka sendiri.
“Gak bisa,” itu yang akhirnya keluar dari belah bibir Draken.
“Kenapa?”
Draken kembali mengalihkan pandangannya. Mungkin takut pertahanannya runtuh ketika melihat Mikey begitu hancur di hadapannya begini. Namun Mikey bersikeras. Ia raih wajah rupawan alpha tersebut, dipaksa untuk menghadapnya.
“Ken, gue suka sama lo, dan lo juga suka sama gue, ‘kan? Iya, ‘kan? Gak mungkin lo kayak gitu tapi gak cinta… Iya, ‘kan? Ken?”
Seperti mengemis cinta dan validasi. Mahkota yang selalu dipasang dengan apik di kepalanya kini perlahan terjun bebas ke tanah. Semuanya seolah luluh lantak di hadapan Draken. Kini di tangannya, ia hanya menggenggam seutas tali rapuh, berharap Draken akan menolongnya.
Sementara Draken terdiam, sebelum akhirnya Mikey dapat melihat setetes air mata mengintip dari ujung mata alpha tersebut, kemudian perlahan turun wajahnya. Berani bersumpah, baru kali ini Mikey lihat Draken menangis.
“Mai… Maaf… Tapi gue jatuh cinta sama Rindou,”
Lalu suara retak; entah itu hati Manjiro, atau topengnya Mikey.