ayiin
13 min readDec 20, 2021

Istana Pasir

cw // blood, violence

Tidak ada kerajaan yang terbentuk dalam satu malam, terlebih jika penghuninya hanyalah kumpulan manusia-manusia biasa yang terbentuk dari tanah dan ketidaksempurnaan.

Begitu juga dengan si Raja Agung ‘Sano Manjiro’ beserta keempat subjek setianya. Mereka tidak sekali jentikkan jari kemudian berhasil dirikan kerajaan mereka, tentu ada kisah di balik berdirinya kerajaan seorang Sano Manjiro, kerajaan yang sebetulnya hanyalah istana pasir yang terbangun untuk lindungi jiwa-jiwa yang rapuh.

Pertama adalah Takemichi. Manjiro bertemu Takemichi di acara pertemuan keluarga mereka saat ia masih berumur 7 tahun. Anak mungil itu menyedihkan, pikir Manjiro saat melihat Takemichi. Selalu dikucilkan anak-anak lainnya, diabaikan orang tuanya, bahkan satu pelayan saja tak ada yang sudi hampiri anak kecil ini. Manjiro dengar, anak ini adalah anak tunggal dari Keluarga Hanagaki yang terhormat, namun mengapa anaknya terlihat malang begini?

Bagi Manjiro adalah rasa penasaran, namun bagi Takemichi yang tak pernah diraih, kehadiran Manjiro yang baginya mampu kalah terik matahari itu begitu mendebarkan. Manjiro mengajaknya bicara tentang robot dan mobil-mobilan yang tak pernah Takemichi tahu sebab seumur hidupnya ia habiskan untuk belajar dan belajar sesuai perintah kedua orang tuanya, tapi anehnya, ia senang mendengar celotehan Manjiro.

Sano Manjiro menemukan Hanagaki Takemichi di hamparan rumput yang luas ketika tak ada satu orang pun yang menghampirinya.

Dua bulan setelah berkawan dengan Takemichi, hadirlah Akashi Haruchiyo. Manjiro temukan Haruchiyo di tengah-tengah kekacauan besar yang disebabkan oleh anak laki-laki berambut merah muda itu. Nakalnya luar biasa, kerjai orang-orang di sana. Semua orang diteriaki dan dipukuli oleh si kecil hiperaktif itu, buat geram orang-orang di sana termasuk Manjiro.

Haruchiyo cilik berpikir bahwa tidak ada satu orang pun yang berani menghalanginya karena dia itu calon alpha dan anak kedua dari keluarga Akashi. Sering dimanja, disebut-sebut pangeran, makanya dia semena-mena. Tapi hari itu, ada anak lain yang jauh lebih kecil darinya berani berdiri di hadapannya dengan wajah merengut. Haruchiyo meremehkan, tendang bocah bersurai pirang ini sebelum ancang-ancang berlari.

Tapi siapa sangka Haruchiyo dibuat babak belur total oleh anak kecil nan mungil ini?

Pasca itu, Haruchiyo dijadikan kacung oleh Manjiro, walaupun anehnya, si surai merah muda itu terlampau setia untuk menjadi anjing.

“Kamu keren! Aku mau jadi kayak kamu! Ajarin aku, dong!” Itu yang diserukan oleh Haruchiyo kepada Manjiro.

Terakhir adalah Kakucho. Anak itu datang ke rumahnya bersama sang ayah, bilang kalau anak dengan cacat di mata dan bekas luka membentang di wajah itu buah hatinya. Manjiro ingat ibunya murka, minggat dari rumah sampai berbulan-bulan sementara ayahnya itu seenaknya titipkan anak ini di kediaman Sano. Ada desas-desus ayahnya balas dendam lantaran ibunya sebelumnya juga berselingkuh dari punya Izana dengan pria selingkuhannya, tapi Manjiro tahu itu tidak benar.

Ayahnya itu orang baik. Dan terbukti, ayahnya bercerita kalau Kakucho adalah anak yang ia adopsi dari panti asuhan. Hitto Kakucho nama aslinya – pintar sekali, patut dibilang jenius. Ayahnya ini suka dengan orang-orang pintar, suka ajak diskusi Kakucho kecil tentang alam semesta dan seisinya. Sayang kalau dibiarkan di panti asuhan, makanya Ayah bawa kesini. Sengaja pakai marga Sano biar dia gak disepelekan, terang ayahnya.

Tidak ada rasa penasaran, maupun rasa amarah, Manjiro berteman dengan Kakucho dengan senang hati. Yang surai hitam itu baik, pandai, dan tampak selalu tenang. Setelah berteman dengan Takemichi yang pemarah dan Haruchiyo yang tukang buat onar, rasanya bertemu Kakucho selayaknya temukan oase di tengah gurun pasir.

Lalu, bagaimana dengan Ryuguji Ken?

Ryuguji Ken itu selalu berada di sisi Manjiro sedari awal. Jika di sana Manjiro, pasti ada Ken. Keduanya seperti tak terpisahkan. Ken adalah anak dari supir keluarga Sano yang kebetulan sangat disukai oleh Manjiro sehingga kemana-mana, Ken akan mengikutinya. Keluarga Sano membiarkan, terlebih ketika Manjiro itu calonnya alpha yang kelak akan membanggakan mereka.

Jadi memang pada dasarnya, Ken itu sudah menjadi milik Manjiro.

Mereka berempat berteman dengan baik. Ken menjadi figur kakak tertua, Takemichi anak kedua yang suka mengomel, Haruchiyo anak ketiga yang gampang diledek, dan Kakucho si bungsu yang paling tenang dan dewasa. Peran Manjiro? Mungkin ibu mereka? Yang jelas, Manjiro selalu berada di tengah-tengah mereka, menertawakan kekonyolan mereka sehari-hari.

Dan mereka mengikuti Manjiro selayaknya anak angsa mengikuti induknya. Kala itu Manjiro masih digadang-gadang sebagai calon alpha, membuat mereka mengagumi sosok Manjiro dengan mata berbinar. Berempat, mereka sama-sama menaruh rasa yang sama terhadap Manjiro, serta saling menjalin persahabatan dengan satu sama lain.

Takemichi yang awalnya pemalu dan penakut jadi lebih berani suarakan pendapatnya, justru anak itu lebih galak dari awal Manjiro duga. Haruchiyo pun yang liar dan suka bikin masalah mulai jinak karena banyak diomeli Takemichi dan diintimidasi oleh Ken. Kakucho… ya, Kakucho. Dia tidak banyak berubah, tersenyum, tertawa, sesekali menjadi kompor atau melerai jika ada pertengkaran.

Mereka adalah serangkaian teman yang bahagia, kumpulan anak-anak kecil yang merasa musim panas itu abadi. Pikiran mereka hanya tertawa dan bermain. Wajar bukan? Mereka itu masih anak-anak.

Yang tidak wajar adalah orang-orang dewasa di sekitar mereka.

Retak pertama mungkin saat Takemichi tidak datang kunjungi kediaman Sano selama seminggu. Setelah diusut, ternyata Takemichi sakit karena dipaksa tidak tidur selama tiga hari untuk belajar, mengganti seluruh waktu yang ia habiskan untuk bermain dengan Manjiro yang lainnya. Manjiro kecil amat marah, menangis saat melihat Takemichi terbaring tidak berdaya di ranjang rumah sakit.

Tapi Manjiro itu sangat pemberani, dengan langkah percaya diri dia konfrontasi orang tua Takemichi.

“Gak perlu suruh Michi belajar gitu, di rumah Jiro, Michi juga belajar, kok.” Manjiro berujar begitu manis dan menggemaskan, berhasil melunakkan hati orang tua Takemichi.

Manjiro itu paham dia masih kecil, tak punya kekuatan, maka dari itu ia gunakan senjata ampuhnya, wajahnya yang manis itu.

Setelah itu, sesi bermain mereka bercampur dengan sesi belajar demi Takemichi. Dan Takemichi berterima kasih, karena setidaknya ia tak perlu begadang tiga hari demi belajar.

Retak yang itu masih bisa diperbaiki, lalu masalah Haruchiyo yang tiba-tiba muncul di depan kediaman Sano saat hujan deras dengan lusuh dan darah di mana-mana. Manjiro terkejut bukan main, begitu juga dengan Ken yang langsung sigap menggotong tubuh Haruchiyo masuk.

Ujung bibir Haruchiyo dilukai oleh ayahnya, Tuan Akashi, yang pemabuk itu karena Haruchiyo berulah dan membuat pria itu emosi. Haruchiyo menangis dan ditenangkan oleh Ken dan Kakucho saat itu, sementara Manjiro marah besar. Ia ingin berlaku sesuatu seorang diri, namun dia ini masih terlalu kecil. Maka dari itu ia minta tolong kepada ibunya agar menghubungi ibu kandung Haruchiyo yang telah lama bercerai, memberitahu wanita itu tentang keadaan anaknya.

Sejak hari itu, Akashi Haruchiyo menjadi Sanzu Haruchiyo. Anak itu tak mau dipanggil Haruchiyo lagi kecuali oleh Manjiro, minta dipanggil ‘Sanzu’ saja karena Haruchiyo itu nama pemberian ayahnya yang sangat ia benci. Demi Tuhan, Sanzu sangat benci ayahnya karena luka di wajahnya membuatnya buruk rupa, mirip monster. Tapi Kakucho sering menepuk bahunya, berkata,

“Gak apa-apa, parah aku, kali.”

Lalu muncul Haitani Rindou, anak baru yang suka mengekori Sanzu. Ngotot panggil Sanzu ‘Chiyo’ meski yang dipanggil marah-marah. Dari sini, Rindou sudah tidak suka dengan Manjiro. Dia anggap Manjiro itu tamak, diperhatikan empat orang sekaligus, sementara dirinya perlu mengemis dulu baru diperhatikan Sanzu.

Tapi permusuhan antara anak kecil memang akan sebesar apa, sih? Walaupun sering bertengkar, mereka masih tertawa bersama, habiskan waktu bersama dengan guyonan konyol.

Rasanya itu adalah waktu-waktu yang paling membahagiakan bagi Manjiro, terlebih saat tes pertama identitas sekundernya menyatakan dia ini alpha. Ibunya sangat memanjakannya, perlakukan dia seolah-olah dia ini anak satu-satunya.

Lalu Manjiro menginjak usia 12. Tes kedua identitas sekundernya keluar dan menyatakan dia adalah omega.

Seperti lelucon. Semua nikmat dan bahagia yang Manjiro rasakan langsung lenyap, digantikan oleh rasa sakit yang teramat mendalam. Ibunya tidak menyayanginya lagi, barang-barang di lempar ke tubuh ringkihnya, ia dicaci-maki seolah dia itu bukan manusia. Disebut manusia gagal oleh orang yang melahirkannya sendiri, apa Manjiro masih bisa berdiri tegap?

Tidak. Tapi dia selalu diajarkan untuk pakai topeng, maka dia pilih untuk matikan perasaannya, terima segala cacian ibunya meski hatinya sudah remuk redam tak berbentuk. Tidak ada lagi perlakuan baik dari ibunya, pun kakeknya yang ikut memberinya bahu dingin. Rumah yang awalnya terasa hangat kini menjadi dingin, dan Manjiro hanya bisa termenung menyaksikan hidupnya dibalik oleh semesta tanpa kenal ampun.

Konon, Sano Manjiro sudah mati di usia 12.

Ken, Takemichi, Sanzu, dan Kakucho adalah saksi kematian itu. Mereka lihat sendiri bagaimana hampa tatapan Manjiro, hanya bisa termenung di atas ranjangnya saat Ken berusaha mengobati luka-luka di tubuhnya. Takemichi marah besar, tapi dia tidak bisa apa-apa selain mengumpat dalam diam. Sanzu menangis, menggenggam tangan Manjiro erat-erat. Sementara Kakucho diam, tapi setelah itu ada kabar Nyonya Sano masuk rumah sakit akibat keracunan makanan.

Butuh setidaknya seminggu sampai Manjiro perlahan mulai bergerak seperti biasa, dan selama seminggu itu mereka berempat tidak meninggalkan sisi Manjiro. Bahkan Takemichi berani memberontak ke kedua orang tuanya, tidak peduli dia dibuat babak belur oleh ayahnya saat pulang sebab prioritasnya adalah melihat Manjiro kembali pulih.

Tapi tidak instan, Manjiro butuh setidaknya sebulan sebelum kembali normal. Hal pertama yang ia katakan saat itu adalah,

“Namaku sekarang Mikey, bukan Manjiro.”

Mikey diambil dari Mike yang artinya ‘serupa Tuhan’. Detik ini juga Manjiro kecil dan lemah itu dilupakan, diganti oleh sosok Mikey yang kuat dan periang. Ken sebagai tangan kanannya pun ikut mengubah namanya, Draken, gabungan dari dragon dan namanya. Saat ditanya mengapa begitu norak oleh Takemichi, dia bilang,

“Aku jadi naga buat lindungi Mikey.”

Saat itu Mikey bertanya, “kalian nggak ninggalin aku? Aku omega loh, bukan alpha.”

Takemichi yang bersimpuh pertama kali, mengecup tangannya.

“Alpha atau omega, Kak Jiro tetep pemimpinnya kita.”

Dari sini, Sanzu tiba-tiba berakal untuk membuat kerajaan. Ia bilang Mikey rajanya, sementara mereka berempat ini subjek setianya – prajurit yang akan melindungi Mikey dengan segenap nyawa mereka sebagai bayaran karena omega itu telah lindungi mereka selama ini. Semuanya setuju, dan Mikey hanya mengiyakan.

Akhirnya istana pasir ini mulai terbentuk karena keinginan mereka untuk melindungi kebahagiaan Sano Manjiro yang pernah tercerai-berai.

Mikey dulunya dipandang sebagai alpha yang kuat, namun makin hari, fisiknya semakin lemah. Setelah dicari tahu, ternyata penyebabnya karena sebelum dia dinyatakan omega, tubuh Mikey yang memang tidak cocok dipekerjakan dengan keras dipaksa untuk melakukan banyak hal. Les ini dan itu, ikut latihan taekwondo dan gulat, bahkan belajar sampai pagi hari hanya karena ibunya ingin menyiapkan alpha yang sempurna.

Karena itulah fisik Mikey semakin parah, makin lemah tiap harinya. Sering pingsan jika sudah mencapai batasnya. Dari sinilah keinginin mereka berempat untuk melindungi Mikey semakin besar. Mereka tidak ingin Mikey terluka, apalagi sampai kosong seperti beberapa bulan yang lalu.

Tapi yang namanya hidup itu tidak terduga. Di saat semua dirasa perlahan membaik, ternyata masih ada saja yang menghancurkan mereka semua.

Ini adalah puncaknya;

Di tengah bulan Desember, Mikey menghilang.

Semua orang mencari, terlebih keluarga Sano yang kelabakan anak ketiga mereka hilang tanpa jejak. Mereka pastikan media tidak mengendus berita ini. Keempat subjek Mikey jelasnya panik bukan main. Raja mereka hilang, dan kemungkinan besar diculik. Tidak mungkin Mikey tiba-tiba kabur, mereka kenal Mikey.

Tiga hari tidak ada kabar. Saat itu mereka baru menginjak kelas 2 SMP, mereka berusaha keras melacak keberadaan Mikey terakhir kali, ikuti jejak-jejak yang ditinggalkan oleh sang penculik. Mereka semua nyaris menggila, bahkan Sanzu yang tidak bisa menghadapi kehilangan mulai konsumsi obat-obatan terlarang. Kakucho sibuk memutar otak mencari petunjuk, sementara Draken dan Takemichi saling luapkan amarah dengan duel antara mereka.

Hari kelima, Kakucho berhasil temukan lokasinya dengan meretas CCTV jalanan dan tidak sengaja melihat mobil yang melintas di daerah perbatasan. Kaca mobilnya saat itu terbuka, perlihatkan tangan yang sedang membuang barang ke jalanan. Barang itu adalah gantungan kunci yang pernah dibuat oleh Draken. Ketika yakin, mereka semua segera hampiri lokasi.

Perlu diingat mereka saat ini masih SMP. Meskipun Kakucho sangat cerdas untuk melacak keberadaan Mikey, mereka masih ceroboh, datang ke sana tanpa orang dewasa sama sekali. Lokasinya terletak di perbatasan kota, dan mereka nekat kendarai mobil tanpa SIM. Tidak ada orang saat mereka sampai, hanya mobil yang Kakucho lihat di CCTV. Mereka buru-buru mencari keberadaan Mikey, serukan namanya sebelum akhirnya terdengar rintihan di ruangan paling ujung.

Saat dibuka, hati mereka semua mencelos. Sekujur tubuh Mikey penuh dengan luka, bahkan omega itu berada di ambang kesadarannya sekarang. Draken yang panik, buru-buru lepas jaketnya untuk tutupi tubuh Mikey yang bajunya sudah tercabik-cabik.

“Mai? Lo gak diapa-apain, ‘kan?” Saat Draken bertanya ini, Takemichi langsung menoleh ke arah selatan Mikey, sedikit bernafas lega karena tak ada hal-hal mencurigakan tertinggal di sana.

Susah payah Mikey membuka mulut, “k-kalian ke sini karena R-rindou?”

Semuanya serempak saling adu tatap, kemudian menggeleng. “Rindou? Ngapain Rindou di sini?”

“Ak-aku sama Rin-rin… Rindou… diculik…” Kakucho cepat-cepat mengeluarkan botol minumnya diberikan ke Mikey. “T-tapi Rin kabur… Katanya c-cari pertolongan… N-nggak?”

Semuanya menggeleng, membuat Mikey marah tidak karuan. Ia lempar botol minum itu, menangis tanpa suara. Tentu saja marah, bagaimana tidak? Rindou meninggalkannya seorang diri. Janjinya dia akan meminta bala bantuan, tapi apa? Nihil. Tidak tahukah penculik mereka marah besar saat tahu Rindou berhasil kabur? Jadinya apa? Mikey yang jadi samsak tinju, dihajar sampai nyaris mati.

“RINDOU M-MAU BUNUH G-GUE!” Seru Mikey histeris dengan sekuat tenanganya. “DIA M-MAU GUE M-MATI!”

“Kak Mai, tenang dulu,” ini Kakucho, mencoba menenangkan Mikey yang masih kacau balau. Mungkin tak hanya fisik, tapi juga mental yang kena dampaknya. “Kita di sini, Kak Mai aman.”

Tapi seperti nasib sial, tiba-tiba dua pria besar dengan senjata tajam muncul dan berusaha menusuk Sanzu kalau saja yang surai merah muda itu tidak ditarik oleh Takemichi. Mereka semua langsung membentuk formasi untuk melindungi Mikey.

“Uh, Sanzu, SANZU! BAWA MAI PERGI! BIAR GUE SAMA TAKEMICHI YANG NGURUS! CHO, LO IKUT MEREKA!” Draken memberi perintah, dituruti oleh Sanzu dan Kakucho yang dengan sigap.

Draken dan Takemichi, dua anak SMP, lawan dua orang dewasa yang jauh lebih kuat dari mereka. Saat itu Draken berhasil tumbangkan lawannya, tapi Takemichi berada di posisi kritis. Saat pisau di tangan pria itu nyaris menusuk abdomen Takemichi, Draken cepat-cepat berlari, biarkan pisau itu menurut perut bawahnya.

Takemichi cepat-cepat menghajar pria itu, dibuat pingsan sebelum dengan panik menolong Draken.

“K-ken… G-gue… Maaf…”

“Gapapa, l-lo bantu Ucho sama Chiyo… Gue susul nanti…”

Takemichi menelan ludahnya, cepat-cepat menyusul Kakucho, Sanzu, dan Mikey sambil menangis, berseru, minta Kakucho untuk hubungi ambulans. Tapi setelah tiba di sana, yang ia dapati justru Kakucho mati-matian melawan satu pria, sementara Sanzu memeluk Mikey di ujung ruangan.

Mereka masih terlalu muda.

Dan Takemichi lepas kendali, ia hunuskan pisau di tangannya ke leher pria itu. Sanzu berseru, Mikey nyaris tak sadarkan diri saat melihat darah mengucur keras dari leher pria itu. Sedangkan Takemichi yang kembali sadar langsung jatuhkan pisaunya, tangannya gemetar, ia langsung muntahkan isi perutnya.

Takemichi baru saja membunuh orang.

“MICHI!” Draken berseru, berlari tunggang langgang hampiri Takemichi yang masih syok.

“K-ken… Gue… Bunuh…”

Draken cepat-cepat merobek kain bajunya, digunakan untuk menahan pendarahan orang itu. Takemichi tidak boleh membunuh orang, masa depannya bagaimana? Pikir Draken saat itu. Takemichi juga tahu kalau dia punya catatan kriminal, orang tuanya pasti akan membunuhnya.

Tangan Draken juga gemetar saat tangannya penuh darah, cepat-cepat menoleh ke arah Kakucho. “Cho, Cho, telfon polisi, ambulans,”

Tapi Kakucho justru berdiri tegap, raih pisau yang tadinya dijatuhkan oleh Takemichi, kemudian ia berjalan dekati Draken dan pria yang sedang sekarat itu. Draken membelalakkan mata, sementara Sanzu sudah menangis minta Kakucho berhenti. Takemichi saat ini sudah kosong, ia masih terlalu syok sambil pandangi tangannya. Mikey tidak berdaya, hanya sayup-sayup melihat adegan di hadapannya berjalan tanpa perlawanan.

“KAKUCHO! JANGAN GILA!”

“Kenapa? Dia udah nyakitin Kak Mai, dia pantes mati, ‘kan?”

Lalu ada bunyi ‘klik’ di kepala Takemichi, ia menoleh, tertawa. “Lo bener, Cho. Mereka jahat ke Kak Jiro, jadi gak apa-apa dibunuh, ‘kan?”

Sementara Draken menggeleng, mulai ikut menangis lantaran putus asa.

“J-jangan gini… Cho, sadar… Michi? Sadar! Hey! Tujuan kita di siji apa?!”

Tapi Draken yang baru saja tertusuk tidak bisa berbuat banyak. Bahkan saat tubuhnya didorong oleh Kakucho, ia hanya bisa merangkak, memohon agar Kakucho tidak menggila. Namun terlambat, si surai hitam itu sudah menusuk pria itu lagi.

Lagi.

Lagi.

Lagi.

Sampai Kakucho pastikan pria itu tidak mampu mengambil nafas lagi sebelum membuang pisaunya ke tanah.

“Udah, ‘kan?”

Takemichi berdiri, raih pisau itu dan berlari ke dua orang yang tadi ia lawan. Dia pastikan dua orang itu tidak bangun lagi. Kakucho hanya berdiri tanpa ekspresi, Draken menangis frustasi, meminta maaf entah kepada siapa, sedangkan Sanzu juga menangis, tapi sembari memeluk Mikey dengan erat.

Mikey? Jangan ditanya. Dia yang paling merasa bersalah di sini. Karenanya, teman-temannya jadi pembunuh.

Seusai itu, polisi dan ambulans tiba. Mereka terkejut saat temukan lima bocah SMP justru selamat, hanya terluka, sementar tiga pria dewasa tewas di tempat.

Mereka semua tidak diendus polisi karena keluarga mereka, tapi setelah itu Mikey, Takemichi, Sanzu, dan Kakucho harus menjalani terapi. Terlebih Takemichi yang paling parah keadaannya mentalnya.

Kerajaan yang istananya terbuat pasir itu nyaris runtuh jika tidak ditahan oleh Kakucho yang saat itu tidak terpengaruh oleh tragedi itu sama sekali. Dia membantu semuanya pulih, berusaha mengembalikan suasana.

Dan di saat keadaan seburuk itu, Draken justru menghilang, pamit dengan secarik surat yang ditujukan mereka semua.

Maaf, gue gak bisa melindungi kalian semua.’

Mikey kembali histeris, sementara Takemichi marah bukan main. Dia benci, benci setengah mati dengan Draken. Benci karena Draken seenaknya meninggalkan mereka di saat mereka butuh menggenggam satu sama lain.

Dan Takemichi benci pada dirinya sendiri karena ia tahu alasan Draken pergi pasti karena laki-laki itu gagal melindunginya. Dia yang lepas kendali saat itu – pasti Draken berpikir itu kesalahannya.

Takemichi benci, benci, benci. Draken pengecut, pecundang, penakut – itu yang Takemichi berulang kali ucapkan dalam pikirannya guna tutupi kekecewaannya pada dirinya.

Dan pada akhirnya, Mikey menjadi raja dengan tiga subjek setianya yang masih bertahan, dan subjek pembangkangnya yang beberapa tahun kemudian muncul di hadapannya, tapi menolak bergabung lagi dengan tiga subjek yang lainnya.

Semua member AKUMA termenung ketika mendengar ini, tercengang. Mereka seperti baru saja menonton film? Rasanya mengerikan, mereka berlima benar-benar telah mengalami kejadian buruk sampai akhirnya merusak mental mereka masing-masing.

“Gue cerita ini bukan karena gue pingin kalian ijinin kita ketemu Kak Jiro,” ujar Takemichi. “Gue cuma mau kalian tau luka apa yang selama ini jadi momok buat Kak Jiro.”

“Buat Mai, kejadian ini yang paling pingin dia lupain.”

“Kalian semua masih kecil banget waktu itu…” Mitsuya berujar dengan prihatin.

Kemudian ada suara terisak, mereka semua menoleh ke sumber.

Itu Draken. Dia menangis, membuat semua yang ada di sana terkejut. Dari semua orang, mereka tidak menyangka Draken yang menangis.

“Kenapa, Ken?” tanya Koko.

Draken tidak menjawab, hanya menangis sendiri, bertanya dalam hati, di mereka, ceritanya berhenti di situ, ya? Tapi Draken tidak berkata apa-apa, hanya menangisi kemalangannya seorang diri. Tidak ada yang perlu tahu neraka apa yang harus ia jalani setelah itu, pikirnya lagi. Yang terpenting sekarang, mereka semua hidup dengan baik, tidak perlu mereka tahu tentang Draken.

Tidak perlu.

Di istana pasir kerajaan Sano Manjiro, perannya sudah ditentukan; Takemichi pemegang kuasa tertinggi, Kakucho sebagai pilarnya, dan Sanzu sebagai pondasi kerajaan itu. Draken? Dia hanyalah seekor naga yang melindungi istana pasir ini dari luar. Penjaga rendahan yang tak pantas untuk bersanding dengan mereka semua.

Jadi mereka tidak perlu tahu lukaku.

No responses yet