ayiin
11 min readJan 10, 2022

Epifani Semu

Akhiran alternatif dari Obey the Omega; jika Sano Manjiro memilih Sanzu Haruchiyo.

Mikey telah berpikir banyak, misal tentang dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Apa opsi yang paling rasional sekarang? Menerima bahwa hatinya memang berlabuh pada dua orang sekaligus? Atau mengelak rasa-rasa itu? Ah, apa seharusnya Mikey pertimbangkan perkataan Kakucho yang sinting itu? Kakucho yang berkata bahwa Mikey sebaiknya memilih lelaki itu daripada terombang-ambing dalam lautan cintanya yang tak tahu tuannya yang mana.

Perihal hati, yang Mikey tahu itu adalah hal rumit, tapi bukan berarti tak bisa diselesaikan sesulit itu. Di sini, Mikey hanya perlu memilih. Hatinya berkata ‘pilih saja Takemichi dan Draken’, namun akal sehatnya berseru ‘apa kamu bisa mencintai dua orang sekaligus secara adil?’. Akal sehatnya benar, Mikey saja kesulitan untuk mencintai dirinya sendiri, apalagi jika mencintai dua orang di waktu yang bersamaan. Bisa-bisa jadi bahan guyonan semesta dan seisinya.

Lalu terlintas nama Sanzu Haruchiyo di kepalanya. Bukankah Sanzu juga sama seperti Mikey? Mencintai dua orang; Sano Manjiro dan Haitani Rindou. Mikey yakin Sanzu simpan rasa terhadapnya — ia tidak buta maupun tuli, mata Sanzu selalu pancarkan kasih sayang terhadapnya, pun suaranya kerap elukan dirinya dengan penuh cinta. Kemudian rasa itu bercabang, bertumbuh pada Haitani Rindou meski ia telat menyadari. Namun tidak seperti Mikey yang bisa asal tunjuk dengan jarinya, Sanzu tak punya pilihan. Alpha itu tak bisa mengejar cintanya kepada Mikey karena Mikey tak pernah mencintainya, juga tak bisa rengkuh Rindou yang kini mengandung buah hatinya.

Sanzu tak punya apa-apa, dan Mikey iba.

Maka Mikey berdiri di hadapan Sanzu di malam yang begitu tenang. Sanzu menatapnya dengan mata yang gambarkan harapan sekaligus putus asa. Caranya memandang begitu teduh, siap payungi Mikey dengan segala cintanya meski laki-laki itu siap mundur kapan saja. Saat itu juga, Mikey tak ingin Sanzu mundur. Ini adalah pilihan yang terbaik.

“Haru, aku mau belajar mencintai kamu,” ujarnya yang buat Sanzu tampak terkejut setengah mati. Mulutnya terbuka lebar, matanya mengerjap cepat seolah-olah ia tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mikey barusan.

Sanzu terlihat seperti hampir menangis. Entah, mungkin selama ini dia putus asa — ingin sekali dicintai oleh orang yang ia dambakan. Kini Sanzu pandang Mikey seolah-olah ia yang membawa cahaya dalam hidupnya sekali lagi. Tentu saja Sanzu mengangguk cepat, kesempatan seperti ini mana bisa ia tolak.

Bersimpuh di hadapan sang raja, Sanzu deklarasikan kesetiaannya sekali lagi. Ia genggam erat tangan ringkih Mikey, seolah takut harapan yang diberi omega itu palsu dan ia berakhir tanpa apa-apa lagi.

“Boleh, Mai, boleh. Selama apapun itu, gue bakalan tunggu,” lirih Sanzu, kecup tiap ujung jemari Mikey. “Gue selalu bersedia buat nungguin lo, Mai.”

Di kehidupan ini, Mikey memilih Sanzu yang ia anggap tak punya apa-apa. Pilih Sanzu yang selama ini tak pernah dijamah oleh mata maupun hatinya. Tapi pilihan ini paling sempurna, pikir Mikey. Bukankah ini yang diinginkan Kakucho? Kakucho bilang sendiri Sanzu adalah orang yang tepat untuk dicintai maupun mencintai dirinya. Jadi Kakucho tak mungkin berani sentuh dirinya setelah ini karena semua berjalan sesuai dengan rencana awal alpha itu.

Singkirkan Takemichi dan Draken yang menjamur di sudut ruang hatinya, Mikey pejamkan matanya. Ini yang terbaik, ulangnya dalam benaknya sekali lagi. Memilih salah satu dari Takemichi maupun Draken akan merusak ikatan mereka lagi, dan Mikey tidak ingin melihat itu. Ia lebih baik dibenci mereka berdua daripada mereka saling membenci satu sama lain. Memilih keduanya? Pasalnya, Mikey pun tak ingin bertaruh lalu menghancurkan semuanya di masa depan karena ketamakannya.

Pandangi Sanzu sekali lagi, Mikey tersenyum, ia bersumpah akan mencintai orang ini.

3 tahun kemudian.

“Sayang, hari ini aku pulang agak telat, mungkin?”

Mikey cebikkan bibirnya, tapi tangannya bergerak lincah benahi dasi yang melingkar di kerah baju Sanzu. Mikey benar-benar tak merespon apapun kecuali menggerutu rendah. Melihat ini, seulas senyum terbentuk di wajah Sanzu. Rengkuh pinggang mungil omeganya, Sanzu beri banyak kecupan di sekujur wajah cantik itu. Mikey mengerang, jauhkan badannya sebelum mendecak.

“Hei, kenapa marah, hm? Kan, biasanya aku pulang telat?”

“Hmph!” Mikey sedang merajuk. Omeganya itu bahkan terang-terangan menghindari pertanyaannya, buang muka dengan pipi gembulnya yang menggembung lucu. Astaga, kekasihnya mengapa begitu menggemaskan begini? Tolong ampuni Sanzu! Ini baru pukul tujuh di pagi hari dan ia harus dihadapkan dengan tingkah Mikey yang imut begini!

Etos kerja Sanzu serasa terjun bebas ke lantai karena yang ia lakukan selanjutnya adalah menangkup pipi Mikey, kemudian meraup bibir ranum itu. Mikey sepertinya masih kesal, tapi tetap membalas ciuman Sanzu dengan melingkarkan tangan di leher alphanya itu. Lidah keduanya saling bertemu dan membelit, diiringi oleh tangan Sanzu yang menyusup ke balik piyama tidur Mikey. Sementara lidah Sanzu sibuk mendominasi rongga mulut Mikey, tangannya bergerak mencubiti puting omega itu.

Ada desah yang terdengar, buat Sanzu makin gencar kuasai dada Mikey. Entah ini efek pagi hari atau apa, tapi Mikey sudah basah hanya dengan permainan lidah dan tangan yang dipimpin oleh Sanzu. Sialan, batin Mikey, alphanya itu makin piawai dalam memuaskan birahinya. Tiga tahun tinggal seatap membuat Sanzu hafal letak-letak sensitif Mikey dan membuatnya tak berdaya dengan servis handalnya.

Cumbuan intens itu dilepas, bibir Sanzu kini perlahan turun ke leher, tinggalkan ciuman yang membekas merah di sana. Tubuh Mikey di dorong sampai membentur dinding, kedua pergelangan tangannya dikunci ke atas kepalanya oleh Sanzu. Mikey hanya bisa pasrah sementara Sanzu mulai kendalikan tubuhnya.

Jujur saja, Sanzu sudah tak ingin bekerja. Ia ingin menggiring tubuh Mikey ke kamar, hempaskan kekasihnya itu ke atas ranjang untuk eksploitasi tubuh mungil itu lebih lanjut. Ia rindu melihat Mikey yang tanpa daya ia setubuhi dengan begitu lantang di atas ranjang mereka. Namun ketika bel pintu apartemen mereka berdering nyaring, Sanzu serasa ditarik kembali ke realita. Pria itu mendesis, lirik arlojinya cepat sebelum pisahkan tubuhnya dari Mikey.

Sedangkan Mikey masih lemas, bersandar di dinding dan perlahan merosot ke lantai kalau saja tubuhnya tak ditahan oleh Sanzu. Pria itu beri ciuman lembut di keningnya.

“Ada paket, kayaknya. Sayang, aku berangkat, ya?” Mikey merengek, turunkan celana piyamanya untuk pamerkan boksernya yang sudah basah. Sanzu menghelas nafas panjang, punya kekasih yang menggemaskan sekaligus menggoda seperti Mikey ini sangat susah ternyata. Sayang seribu sayang rapat ini sungguh penting untuk dirinya dan masa depannya, maka dengan berat hati Sanzu hanya tinggalkan kecupan singkat di bibir Mikey.

Gak berhasil?! Kerjaan sialan! dengus Mikey dalam hati. Di awal hubungan mereka, trik ini selalu berhasil!

“Maaf, sayang, banyak petinggi yang dateng hari ini,” tutur Sanzu yang belum berhasil hapus kekecewaan di wajah Mikey. “Aku janji pulang lebih awal, deh. Jangan marah, ya?”

“Iya, iya, udah sana berangkat. Kasian tukang paketnya, tuh!”

Mau tak mau Mikey berhenti merajuk, mengantar Sanzu ke depan pintu. Ada koran pagi dan surat-surat di sana. Saat itu juga ekspresi Mikey membeku. Sanzu yang melihat perubahan di wajah Mikey akhirnya ikut memperhatikan surat yang dipegang oleh Mikey.

Itu undangan pesta ulang tahun Ryuguji Ren.

Untuk ukuran pesta ulang tahun anak yang bahkan baru saja genap tiga tahun, pesta ini benar-benar meriah. Tak perlu diragukan, keluarga Haitani memang tak mau kalah jika itu perihal pesta. Harus borjuis dan tonjolkan kekayaan mereka. Maka dari itu pesta anak balita saja diadakan besar-besaran.

Sanzu dan Mikey selalu menghindari acara ini dari tahun-tahun sebelumnya, entah itu dengan alasan mereka ke luar negeri atau apa, pokoknya mereka menghindari acara ini dengan segenap hati. Namun mereka tak bisa menghindar selamanya. Maka di sinilah mereka, berdiri di antara para tamu yang hadiri acara yang megah ini.

Baik Sanzu dan Mikey sama-sama berusaha menghindari sang penyelenggara acara, memilih untuk berbincang dengan para tamu yang mereka kenal. Semua member AKUMA hadir, bisa jadi distraksi yang sempurna bagi Mikey. Tapi saat acara resmi dimulai, Mikey dan Sanzu terpaksa memaku pandangan mereka ke atas panggung.

Ada Rindou dan Draken yang sedang menggendong anak mereka — Ren dengan senyum lebar yang terpatri di wajah mereka. Lagu ulang tahun dinyanyikan semua orang di sana, namun lidah Mikey terlalu kelu, pandangannya tak bisa beralih dari pemandangan bahagia di hadapannya itu. Draken tertawa dengan bahagia, ia turunkan sedikit kakinya, biarkan Ren di gendongannya untuk meniup lilin. Seusai semua lilinnya mati, Ren mencium pipi Rindou dan Draken secara bergantian. Setelah itu, Draken membalas ciuman itu di pipi Ren, lalu di bibir Rindou.

Mau dilihat berapa kali pun, Mikey tak pernah terbiasa dengan pemandangan ini. Bahkan saat matanya menangkap cincin pasangan yang tersemat di jari manis Draken dan Rindou, Mikey masih rasakan sesak di dadanya.

“Len sayang banget sama papi dan ayah!” seru Ren dengan riang saat dipeluk oleh kedua orang tuanya.

Mikey memilih buang muka, tapi hanya untuk mendapati Sanzu yang menatap ke arah panggung dengan air mata yang meleleh dari ujung matanya. Tenggorokannya tercekat — tentu saja pemandangan ini lebih menyakitkan untuk Sanzu. Karena seharusnya Sanzu yang berada di atas sana, merayakan ulang tahun anak kandungnya bersama orang yang ia cintai. Bukan Draken, tapi Sanzu.

Jadi apakah Mikey memang bukan kebahagiaan Sanzu?

Tak kuat lagi, Mikey berbalik badan, tinggalkan tempat di mana ia berpijak tadinya. Langkahnya buru-buru terarah ke toilet, berdoa semoga tidak orang sehingga dia bisa curahkan rasa gundah di dalam hatinya. Tapi siapa sangka bahwa di tengah-tengah koridor, yang berada di hadapannya justru Hanagaki Takemichi.

Langkahnya kembali terhenti, terkesiap melihat kehadiran orang yang tak pernah ia temui semenjak tiga tahun yang lalu.

“Kak Jiro, apa kabar?” sapanya dengan lirih, sementara Mikey temukan hatinya kembali berdebar.

Semenjak Mikey membuat keputusan untuk memilih Sanzu, Draken dan Takemichi sepakat untuk mundur dan tidak menganggu hubungan keduanya. Takemichi yang terlihat paling patah hati, alpha itu memilih untuk undur diri dari dunia hiburan dan kembali ke Rusia. Sementara Draken berhasil sembunyikan lukanya, kemudian menikahi Rindou setahun kemudian dan secara resmi menjadi orang tua dari Ren. Kakucho tidak banyak respon, ia terlihat puas dengan keputusan Mikey dan kembali fokuskan diri pada film-film barunya.

Mikey kira ini adalah keputusan yang paling tepat. Toh apa susahnya mencintai Sanzu Haruchiyo? Pria itu tampan dan mapan, mampu mencintai dia dengan baik, juga bisa puaskan dia di ranjang. Apa lagi yang jadi kekurangan? Mikey pun sudah mengenali Sanzu selama bertahun-tahun, ‘kan?

Tapi naas, hati Mikey ternyata masih belum merelakan Draken maupun Takemichi meski tiga tahun sudah terlewati. Jika ia sudah rela, tak mungkin ia sakit hati melihat cincin pernikahan yang membelit jari manis Draken. Jika ia sudah tak cinta, tak mungkin ia kembali rasakan getaran di hatinya saat berhadapan dengan Takemichi.

“M-michi,” tapi belum usai Mikey bicara, ada tangan yang memeluk bahunya serta aroma feromon yang menegaskan bahwa Mikey ini miliknya — Sanzu. Alpha itu datang dengan memandang Takemichi begitu sengit, seperti bertemu dengan musuh lama.

“Takemichi, udah lama, ya?”

Yang ditanya hanya mengangguk, kemudian menggaruk tengkuknya sekilas dan berkata, “gue ke dalem dulu, ya?”

Hawanya tidak enak, bahkan Mikey tak bisa berkutik jika Sanzu sudah begini. Sepertinya suasana hatinya buruk, begitu juga dengan Mikey.

“Kita pulang, Mai.”

Sampai di apartemen, yang bisa didengar hanyalah pintu yang dibanting kencang dan sepatu yang dilepas dengan penuh emosi. Baik Mikey dan Sanzu sama-sama memiliki raut wajah yang sama — kesal, jengkel. Sanzu yang pertama kali memulai pembicaraan dengan berapi-api.

“Kamu masih cinta sama Takemichi?!”

Mikey sudah tahu bahwa Sanzu akan membahas ini, maka dari itu ia tak menjawab, memilih untuk melepas mantelnya dan berjalan ke dapur untuk mengambil air. Sementara Sanzu kini mengekor di belakangnya, masih menuntut jawaban dari Mikey.

“Mai, aku tanya!” sentaknya yang dibalas dengan gelas yang diletakkan begitu keras di atas konter dapur.

“Gak usah bentak gak bisa kamu, hah?!”

“Makanya aku tanya itu dijawab, Manjiro!”

Tak ada yang mau merendahkan suara, mereka sama-sama naik pitam.

“Apa yang perlu dijawab?!”

Sanzu terkekeh, berkata, “kamu, Mai, masih cinta sama Takemichi, ‘kan? Sama Draken? Iya, ‘kan? Cara kamu mandang mereka itu bener-bener gak bisa berubah, ya?”

Ada helaan nafas yang lolos dari bibir Mikey, kemudian ia alihkan pandangannya ke segala arah kecuali Sanzu yang menatapnya tajam. Ia perhatikan wallpaper yang ujungnya mengelupas, buat catatan mental untuk menggantinya kelak. Kemudian tatap fotonya dan Sanzu yang terbingkai manis di tengah-tengah ruang tamu — foto itu diambil saat keduanya berlibur ke Santorini tahun lalu.

“Jawab, Mai? Apa susahnya jawab, hah?” desak Sanzu. “Bilang ke aku kamu masih cinta mereka dan gak pernah berusaha mencintai aku — ”

“AKU BERUSAHA, HARU!”

Kini Mikey berhasil menatap Sanzu, hanya untuk rasakan nyeri di dadanya. Sanzu memandangnya dengan banyak kesedihan di mata zamrudnya itu.

“H-haru, bukan berarti aku nggak cinta kamu…” Mikey membasahi bibirnya yang mengering. “Aku cinta, tapi — ”

Enough, Mai. Gak perlu cari alasan, emang hati kamu selalu berlabuh ke mereka, gak pernah ke aku. Mau sekeras apapun aku berusaha buat bikin kamu noleh ke arahku, hatimu gak akan pernah buat aku. Dari dulu juga gitu, ‘kan?”

Mikey muak dijadikan salah-salahan seperti saat ini, maka gantian dia yang layangkan tatapan tajam ke arah Sanzu.

“Terus kamu gimana, Haru? Kamu pun juga masih cinta sama Rindou, ‘kan?! Alasan kamu gak mau dateng ke acara itu, karena kamu selalu kebayang kalo posisi Kenchin itu kamu, ‘kan?! Kamu juga sama aja, Haru, kamu masih dambain masa depan sama Rindou dan anaknya itu!”

“ITU ANAKKU, MAI! GIMANA AKU GAK MARAH?!”

“KENAPA HARUS MARAH?! KAMU SENDIRI YANG LEPASIN RINDOU!”

Mikey tidak salah, memang Sanzu yang dari awal tidak pernah memperjuangkan Rindou — hanya bisa marah-marah ketika sekarang melihat Rindou berbahagia dengan anaknya bersama Draken. Ia merasa mereka semua jahat karena ‘itu adalah posisi Sanzu’ dan ia justru dihapus dari fakta itu.

“Kamu sama aku beda, Mai. Kamu jelas-jelas masih cinta sama dua orang itu, sedangkan aku marah karena aku kehilangan,” Sanzu membela diri.

Kini Mikey hanya bisa kernyitkan dahi, miringkan kepala dan menatap Sanzu lama.

“Kehilangan? Kamu kehilangan apa, Haru? KAMU KEHILANGAN APA KETIKA KAMU UDAH PUNYA AKU?!”

“AKU KEHILANGAN MASA DEPAN DI MANA AKU BISA NIKAH DAN PUNYA ANAK, MAI!”

Bom dijatuhkan, dan kekacauan dari ledakannya tak bisa dihindari. Sanzu mendelik begitu sadar akan ucapannya, sementara Mikey menatapnya nanar dengan air mata yang merembes keluar dan turuni pipinya. Sanzu membuat kesalahan yang besar, dan ia langsung menyesalinya, berharap bisa putar balikkan waktu untuk menarik ucapannya.

Sementara Mikey menangis tanpa suara. Jadi ternyata begitu. Sanzu merasa kehilangan masa depan yang ia impikan. Pernikahan dan keturunan, itu dua hal yang tidak bisa Mikey berikan. Mikey bersikeras menolak untuk menikah, ia tak suka dibelenggu dengan status seberat itu. Mempunyai anak pun juga sebenarnya menjadi keinginan Mikey, namun tak bisa terwujud mengingat fisiknya yang lemah. Ia bisa mati jika ia mengandung anak.

Ini adalah masa depan yang tak pernah Mikey inginkan. Entah Draken atau Takemichi bahagia atau tidak sekarang, tapi yang jelas, Mikey tidak bahagia, begitu juga dengan Sanzu. Mungkin ada cinta di antara mereka, tapi juga bersamaan dengan rasa dan asa yang masih tersimpan di tiap sudut hati dan pikiran mereka.

“Maaf,” bisik Mikey.

Sanzu dengan panik memeluk tubuh Mikey, menangis di antara surai pirang itu. “Nggak, nggak, aku yang minta maaf. Maaf, Mai, sayang, nggak gitu maksudku. Maaf, maaf, aku gak bermaksud nyakitin kamu, demi Tuhan, astaga…”

“Haru, kamu mau nikah? Mau anak? Aku bisa kasih semuanya, Haru, asal kamu bahagia, bahkan nyawa aja aku kasih, Haru,” suara itu begitu datar, tanpa emosi, dan Sanzu semakin takut.

Gelengan kepala Sanzu semakin kencang, isakan tangisnya pun makin mengiringi.

“Gak, Mai, aku gak mau itu semua, aku cuma mau kamu. Jangan gini, Mai… Maafin aku.”

“Haru, aku minta maaf udah ngerusak masa depan kamu,” Sanzu makin mengeratkan pelukannya. “Harusnya aku gak ada…”

Sanzu melepas pelukannya, pandangi Mikey yang lagi-lagi memasang wajah yang sangat ia benci — kosong dan tanpa ekspresi. Ia bersumpah ia lebih baik memotong lidahnya daripada menyakiti Mikey dengan omongannya lagi dan lagi seperti ini.

“Hei, hei, aku cinta banget sama kamu, Mai, jangan bilang gitu!” Sanzu mencium kening Mikey berulang kali, kemudian kembali memeluk tubuh itu. “Aku cinta kamu, Mai, gak ada yang lain. Maaf, aku gak akan bahas Takemichi, Draken, maupun Rindou lagi. Maaf, ya?”

Beginilah hubungan Sanzu dan Mikey; dua orang yang berusaha mencintai dengan kepingan hati yang tersisa. Dua orang yang cintanya dipertanyakan namun tetap bersikeras pertahankan hubungan. Melelahkan. Harus sering gunakan topeng bahkan ketika di hadapan satu sama lain. Entah apa yang mereka cari. Mungkin karena ingin penuhi ego satu sama lain? Atau sebatas merengkuh kebahagiaan yang semu?

Obey the Omega: Sanzu’s Route— FIN

No responses yet